ARTICLE AD BOX
pendapatsaya.com, Jakarta - Polri menjatuhkan hukuman mutasi berkarakter demosi lima tahun dari kegunaan penegakan norma terhadap satu lagi personil nan terlibat dalam kasus pemerasan penonton dalam aktivitas Djakarta Warehouse Project (DWP). Polisi tersebut adalah Briptu Dodi (D) selaku Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.
“Pelanggar pada saat menjabat sebagai Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya telah mengamankan penonton konser Djakarta Warehouse Project 2024 terdiri dari WNA maupun WNI nan diduga melakukan penyalahgunaan narkoba, namun pada saat pemeriksaan terhadap orang nan diamankan tersebut, telah melakukan permintaan duit sebagai hadiah dalam pembebasan alias pelepasannya,” tutur Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Erdi A Chaniago kepada wartawan, Rabu (8/1/2025).
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pun memutuskan hukuman etika terhadap pelanggar, ialah perilaku dinyatakan sebagai perbuatan tercela, bertanggung jawab untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang dan secara tertulis kepada Pimpinan Polri, serta bertanggung jawab untuk mengikuti pembinaan rohani, mental dan pengetahuan pekerjaan selama satu bulan.
“Sanksi administratif berupa penempatan dalam tempat unik selama 20 hari terhitung mulai tanggal 27 Desember 2024 sampai dengan 15 Januari 2025 di ruang Patsus Biroprovos Divpropam Polri. Mutasi berkarakter demosi selama lima tahun di luar kegunaan penegakan hukum,” jelas dia.
Erdi menyatakan, dalam penegakan hukuman kode etik tersebut, hasil pemeriksaan diklasifikasikan sesuai peran masing-masing pelanggar, termasuk penerapan Pasal sebagaimana bentuk pelanggarannya.
Briptu Dodi melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 12 huruf b Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
“Atas putusan tersebut, pelanggar menyatakan banding,” Erdi menandaskan.
Sanksi Pemecatan
Sebelumnya, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) namalain pemecatan mengenai kasus pemerasan Warga Negara Malaysia saat even Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
"Sanksi manajemen pemberhentian tidak dengan hormat alias PTDH sebagai personil Polri," tutur Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2024).
Menurutnya, Malvino terbukti bersalah dengan melakukan tindakan tercela saat pengamanan momen DWP 2024. Dia juga telah diamankan di penempatan unik alias patsus selama enam hari, sejak 27 Desember 2024 hingga 2 Januari 2025.
Adapun menghadapi putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) tersebut, Malvino menyatakan mengambil langkah norma banding atas pemecatannya.
"Pelanggar menyatakan banding," kata Trunoyudo.
Sebelumnya, Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak.
Pemecatan itu mengenai dengan kasus dugaan pemerasan penduduk negara (WN) Malaysia saat menonton penyelenggaraan event Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Donald berbareng dua terperiksa lain menjalani sidang pada Selasa 31 Desember 2024, pukul 11.00 WIB hingga Rabu 1 Januari 2025, jam 04.00 WIB. Sidang turut dihadiri pihak eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Hasil sidang dibeberkan Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam.
"Sidang ini untuk Direktur dan Kanit Narkoba (Polda Metro Jaya), putusannya PTDH. Sementara untuk Kasubdit belum ada putusan lantaran diskors dan bakal dilanjutkan pada hari Kamis," kata Anam dalam keterangannya, Rabu (1/1/2025).
Ajukan Banding
Atas putusan itu, Anam mengatakan kedua terperiksa mengusulkan banding. "Kedua orang tersebut nan di PTDH mengusulkan banding," ujar dia.
Di sisi lain, Anam membeberkan beberapa catatan krusial dalam sidang etik. Pertama mengenai saksi baik nan memberatkan maupun meringankan terperiksa.
"Dalam konteks pemeriksaan saksi ini jadi lebih mendalam, peristiwanya jadi lebih terang dengan hadirnya saksi nan memberatkan maupun nan meringankan, sehingga majelis punya kesempatan untuk cross check untuk membandingkan mana nan faktual, mana nan jujur, mana nan sesuai kenyataan, mana nan tidak," ujar dia.
"Nah, saling cross check itu terjadi dan dilakukan, makanya juga menyantap waktu nan cukup lama," sambung dia.
Kedua, Komisi etik turut memeriksa bukti-bukti dan menelaah beragam argumen mengenai peristiwa. Mulai dari alur perencanaan, alur pelaksanaan, maupun alur setelah hari H termasuk juga pelaporan aktivitasnya. Anam beranggapan dengan adanya sistem tersebut menjadikan sidang menjadi akuntabel.
"Kami mengapresiasi sistem akuntabilitas nan kemarin ada dalam sidang etik tersebut," ujar dia.