ARTICLE AD BOX
Denpasar, pendapatsaya.com --
Gubernur Bali I Wayan Koster menilai produktivitas pertanian dan ketahanan pangan di Pulau Dewata tetap kurang.
Oleh karena itu, dia pun meminta Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada untuk mempelajari teknik dan teknologi pertanian. "Kalau perlu ke Israel," kata dia.
Hal itu disampaikan Koster saat membuka Musrenbang RKPD Semesta Berencana Provisni Bali Tahun 2026 di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Selasa (15/4) kemarin.
Mulanya Koster mengatakan soal pemetaan pangan di Pulau Bali untuk sembilan kebutuhan dasar hidup sebenarnya cukup. Namun, dia menilai produktivitas pertanian di Pulau Dewata itu tetap bisa ditingkatkan. Lebih lanjut, dia lampau menyinggung ketua dinas pertanian.
"Cuma Kadis Pertanian-nya kurang progresif. Jadi bisa ditingkatkan sebenarnya, satu hektare sawah nan tadinya hanya dua kali panen itu, bisa ditingkatkan jadi tiga kali panen. Harus ada inovasi, lahan kering bisa dijadikan sebagai pertanian modern," kata Koster dalam sambutannya.
Menurut Koster, saat ini banyak pertanian modern nan metodenya sangat berhasil. Sehingga, sambungnya, dia menyarankan tak segan untuk mempelajarinya termasuk ke Israel.
"Itu sekarang banyak metodenya nan sangat berhasil, tidak lagi pertanian konvensional, tapi pertanian berbasis teknologi. Kalau perlu belajar ke Israel nan luar biasa, enggak punya lahan subur, tidak ada air, tapi pertaniannya sangat maju, lantaran teknologinya sangat maju. Embun diolah jadi air tanaman. Belajar gitu pak, jadi jangan gitu-gitu saja, enggak bakal maju," kata Koster.
Pada kesempatan itu, Koster mengatakan kebutuhan produktivitas pangan di Pulau Bali terhadap 4,4 juta warga provinsi itu tetap surplus. Dia bilang roduksi berasnya tetap surplus 53 ribu ton di tahun 2024.
"Jadi info ini waktu saya jadi gubernur di periode pertama surplusnya 100 ribu ton lebih. Sekarang tinggal 53 ribu ton jadi menurun setengahnya," ungkapnya.
Gubernur Koster menilai, jika persoalan produksi pangan di Bali tidak ditangani dengan baik ke depannya Bali bisa kesulitan pangan. Apalagi, dia memandang luasan lahan produktif dan lahan pertanian tetap menurun.
"Karena luasan sawahnya menurun terus. Ribuan hektare per tahun lahan produktif itu berkurang lantaran pemanfaatan lahan terlalu tinggi dalam pembangunan akomodasi pariwisata maupun akomodasi lainnya," jelasnya.
Program Pembangunan Bali 100 Tahun
Atas dasar itu hadapan Program Pembangunan Bali 100 tahun nan baru dibuat mulai 2026, dia menegaskan kudu memerhatikan betul pengembalian alih kegunaan lahan produktif terutama sawah.
"Bahkan, tidak hanya alih fungsi, tapi alih kepemilikan, kita bakal lakukan dengan peraturan daerah. Kalau ini tidak dikendalikan, tergerus terus menerus, enggak sampai 100 tahun, Bali bakal menghadapi ancaman kesiapan pangan," ujar politikus PDIP itu.
"Berarti kita kudu menggantungkan diri dengan sumber pangan dari luar, dan itu berbahaya. Apalagi pangan impor, jika bisa enggak. Malu kita negara agraris impor beras, impor bawang putih. Malu jadi negara maritim, impor garam. Ini semua permainan mafia impor. Karena saya lama di Badan Anggaran DPR, tahu perilakunya itu. Jadi susah sekali," lanjutnya.
Menurutnya selama mafia impor tak diatasi, maka persoalan pangan di Indonesia bakal susah dibenahi.
(kdf/kid)
[Gambas:Video CNN]