ARTICLE AD BOX
Jakarta, pendapatsaya.com --
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari Yogyakarta untuk menghapus periode pemisah pencalonan presiden (Presidential Threshold).
Keputusan ini diyakini bakal mengubah peta pencalonan pada Pilpres kelak, lantaran semua partai politik sekarang berkuasa berkoalisi alias tidak untuk mengusulkan bakal calon presiden.
Pemohon ialah empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta--Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna--menguji materi tentang presidential threshold, Pasal 222 UU Pemilu dan dikabulkan MK, Kamis (2/1).
Langkah Enika dkk itu menjadikan mereka sebagai sosok-sosok dengan status mahasiswa nan mengubah jalannya Pilpres di Indonesia.
Sebelumnya, publik mengenal mahasiswa dari Solo ialah Almas Tsaqibirru yang permohonan uji materinya soal syarat usia calon di Pilpres dikabulkan MK pada 2023 silam.
Kala itu putusan MK nan tetap diketuai Anwar Usman--adik ipar Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi)--menjadi jalan bagi Wali Kota Solo maju jadi calon wakil presiden menemani Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 atas permohonan Almas itu pun menjadi kontroversi, dan Anwar Usman akhirnya terbukti melakukan pelanggaran etik sehingga dicopot dari kedudukan Ketua MK. Namun, Gibran tetap langgeng ikut Pilpres bersama Prabowo hingga memenangkannya lalu dilantik jadi Cawapres saat ini.
Berhasil dikabulkannya permohonan Enika dkk oleh MK itu pun disambut ceria sejumlah pemerhati pemilu, termasuk pengajar norma pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini.
"Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, Mahasiswa berjulukan Almas Tsaqibbiru membuka jalan pencalonan bagi Gibran. Dengan Putusan 62/PUU-XXII/2024, Mahasiswa UIN SUKA, Enika Maya Oktavia dkk. membuka jalan bagi semua putera-puteri terbaik bangsa untuk bisa maju pilpres melalui partai politik peserta pemilu," demikian unggahan Titi di akun X-nya pada Kamis lalu.
"Bangsa ini berhutang budi kerakyatan kepada perjuangan Enika Maya Oktavia dkk. Hormat sehormat-hormatnya," imbuhnya dalam unggahan yang CNNIndonesia.com sudah mendapatkan izin dari Titi untuk dikutip.
[Gambas:Twitter]
Dalam konvensi pers di kampus mereka pada Jumat (3/1), Enika dkk berambisi putusan atas gugatan mereka di MK itu tak ditunggangi golongan mana pun. Enika pun menegaskan dirinya dan tiga rekannya murni representasi dari masing-masing pemohon dan tak mewakili kampus mereka dalam mengusulkan uji materi atas pasal presidential threshold itu ke MK.
"Permohonan kami tidak mendapat intervensi dari organisasi, institusi, maupun partai politik manapun. Apa nan kami lakukan sekarang, permohonan nan kami lakukan sekarang merupakan murni perjuangan akademis dan juga perjuangan pembelaan konstitusional," kata Enika di Kampus UIN Suka, Kota Yogyakarta.
Enika mengatakan dia dan tiga rekannya tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi - organisasi resmi mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga - pernah mengikuti Debat Penegakan Hukum Pemilu perguruan tinggi se-Indonesia ke-III Tahun 2023 nan digelar Bawaslu.
Hal nan diperdebatkan pada babak final adalah penghapusan presidential threshold dalam Pilpres.
"Presidential threshold mosinya, kami punya bahan kajiannya, masuk kemudian ada putusan Almas [putusan MK] 90," kata mahasiswi prodi Hukum Tata Negara UIN Suka semester 7 itu.
'Putusan Almas 90' nan Enika maksud ini adalah gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 nan diajukan seorang mahasiswa dari Solo nan berjulukan Almas Tsaqibbirru soal pemisah usia capres-cawapres.
Enika mengatakan sebelum mereka memasukkan permohonannya ke MK, uji materi pasal presidential threshold selalu kandas lantaran pihak pemohon disebut tak mempunyai kedudukan norma (legal standing). Dalam putusan-putusan sebelumnya MK menyatakan untuk mengusulkan permohonan pengetesan konstitusionalitas presidential threshold adalah partai politik (parpol) alias campuran partai politik peserta Pemilu, alias bukan perseorangan penduduk negara nan mempunyai kewenangan untuk memilih.
Tapi, Enika dkk memandang kesempatan setelah MK memutuskan sebagian permohonan Almas dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 nan perkaranya diajukan Almas. Putusan itu menjadi dasar bagi Enika dkk bahwa pemilih pun memiliki legal standing untuk melakukan uji materi atas pasal presidential threshold tersebut.
"(Sebelumnya) ketika pemilih seperti kita mau mengusulkan judicial review undang-undang pemilu itu tidak bisa. Kita tidak punya legal standing ke MK. Tapi, kemudian muncul Putusan 90, putusan Almas nan menyatakan bahwa pemilih itu juga bisa punya legal standing," jelas Enika.
"Akhirnya, kami mulai mengedraf alias kemudian menulis mengenai dengan gugatan permohonan ini itu di awal alias pertengahan Februari. Di sana kami mulai meng-draft, kami mulai kemudian menulis gugatan permohonan-permohonannya," sambungnya.
Enika juga mengungkap argumen permohonan sengaja diajukan ke MK setelah gelaran Pilpres 2024 demi menghindari beragam tekanan politik selama proses pengujiannya.
"Karena kami mau kajian-kajian nan dilakukan Mahkamah Konstitusi tidak mendapat preseden alias pengaruh-pengaruh jelek secara politik, melainkan betul-betul kajian akademis, melainkan betul-betul kajian substansi hukum, dan perihal ini terbukti," katanya.
Kiprah Almas nan buka jalan Gibran
Almas Tsaqqibirru Re A adalah seorang mahasiswa sebuah kampus di Solo nan juga dikenal sebagai putra dari aktivis antikorupsi, Boyamin Saiman.
Meski dikabulkan sebagian bahwa capres/cawapres kudu minimal usia 40 alias berilmu sebagai kepala wilayah provinsi maupun kabupaten/kota, putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat pengadil konstitusi.
Almas menyatakan dirinya mempunyai kewenangan konstitusional untuk menguji pasal itu lantaran merujuk pada Pasal 51 ayat 1 UU MK. Almas juga mengungkapkan dirinya mempunyai kewenangan konstitusional nan sama untuk memilih dan/atau dipilih sebagai calon Presiden serta calon Wakil Presiden.
"Pemohon adalah Warga Negara Indonesia nan dibuktikan dengan Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk, pekerjaan Mahasiswa, saat ini sedang menempuh study di Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA) dan bercita-cita mau menjadi Presiden alias Wakil Presiden," demikian dikutip dari putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 nan diunduh dari situs MK.
Ia lampau membeberkan daftar 10 nama kepala wilayah nan berumur muda--di bawah usia 40 tahun di Indonesia saat ini. Secara spesifik, untuk kepala wilayah muda kesebelas nan disebutnya, pemohon secara spesifik mengaku mengidolakan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming raka.
"Pemohon juga mempunyai pandangan tokoh sendiri nan menginspirasi dalam pemerintahan di-era sekarang, nan juga menjabat sebagai Walikota Surakarta di masa Periode 2020-2025, perihal ini jelas bahwa di dalam masa pemerintahan Gibran Rakabuming Raka tersebut pertumbuhan ekonomi di Solo naik hingga nomor 6,25 persen nan di mana saat awal dia menjabat sebagai walikota, pertumbuhan ekonomi di Solo minus 1,74 persen," demikian pada bagian penjelasan legal standing pemohon saat sidang pemeriksaan.
Kepada MK, Almas selaku pemohon menegaskan mempunyai kualifikasi dan memenuhi persyaratan untuk meminta pengetesan pasal nan mengatur pemisah usia capres/cawapres minimal 40 tahun. Dia menilai itu melanggar kewenangan konstitusionalnya lantaran merasa ada bakal calon di bawah usia 40 nan bisa dipilihnya pada Pilpres 2024.
Mengutip dari naskah putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 nan diunduh di situs MK, peradilan konstitusi itu menilai pemohon memenuhi legal standing berasas uraiannya soal kedudukan hukum. Kedudukan norma pemohon itu diterima dengan referensi Pasal 51 ayat 1 UU MK, Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan MK Nomor 11/PUUV/2007.
MK menilai bahwa pemohon telah menjelaskan perihal kewenangan konstitusionalnya nan menurut anggapannya dirugikan dengan berlakunya norma undang-undang nan dimohonkan pengujian, ialah Pasal 169 huruf q UU 7/2017.
Oleh lantaran itu, dugaan kerugian kewenangan konstitusional Pemohon nan dimaksud, khususnya sebagai pemilih dalam Pemilu 2024, sehingga menurut Mahkamah setidak-tidaknya potensial dapat terjadi.
(kid)
[Gambas:Video CNN]