Evaluasi Makan Gratis: Aturan Belum Jelas, Perencanaan Tak Matang

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG) nan jadi program unggulan pemerintahan Prabowo Subianto baru melangkah dua hari, namun sudah menuai sorotan tajam dari publik.

Pelbagai keluhan dibeberkan para penerima faedah program ini. Mulai dari tak ada susu, rasa makanan nan tawar sehingga tak disukai siswa turut mewarnai penyelenggaraan perdana MBG.

Banyak siswa juga tidak menyukai sayuran tertentu sehingga tak dihabiskan. Sehingga berambisi ke depan menu dapat divariasikan agar bisa tertarik untuk memakannya. Kemudian ada pula keluhan mengenai waktu pengantaran makanan nan mepet dengan jam pulang sekolah alias justru mengurangi waktu belajar.

Ada pula siswa nan belum lapar lantaran sudah sarapan di rumah. Alhasil, tak jarang siswa membungkus makanan nan diberikan untuk dimakan di rumah lantaran tidak habis.

Program makan bergizi cuma-cuma merupakan janji kampanye Prabowo-Gibran saat pemilihan presiden 2024. Program ini awalnya berjulukan 'makan siang gratis', namun sekarang berubah menjadi makan bergizi gratis. Program MBG ini menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp71 triliun di tahun 2025.

Pada tahap awal, program ini rencananya menyasar 3 juta anak. Namun Badan Gizi Nasional (BGN) hanya menyediakan makanan untuk 600 ribu anak pada tahap awal. Program ini telah tersebar di 190 titik di 26 provinsi di fase awal.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah memandang pelbagai keluhan dari para siswa penerima MBG ini lantaran tata kelola program MBG nan belum jelas.

Perencanaan belum matang

Ia memandang program ini seperti belum mempunyai standar operasional prosedur (SOP), petunjuk teknis (Juknis) nan rigid. Sehingga tetap menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaan.

"Masalahnya kan itu masalah tata kelola ini, di lihat dari tata kelola ini memang persoalannya kan seperti belum ada payung hukumnya secara jelas gitu loh, peraturan teknisnya seperti apa, standar operasi prosedurnya apa, juklaknya," kata Trubus kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/1).

Trubus juga menyoroti penyelenggaraan awal program MBG ini seperti 'uji coba kebijakan nan diperluas'. Sebab, dia memandang perencanaan nan belum matang sehingga berakibat pada persiapan prasarana tetap terbatas.

Ia mencontohkan tetap banyaknya keluhan pengantaran makanan ke sekolah nan mepet dengan jam pulang sekolah menunjukkan tetap terbatasnya prasarana pendukung program ini.

Kemudian dia menyoroti tetap banyak anak-anak nan tak doyan dengan makanan nan diberikan menandakan adanya penyeragaman dalam program ini.

"Banyak makanan datangnya sudah telat ini, kan kudu ada perencanaan sejak awal sebenarnya. Kemudian selera anak tak sesuai. Nah nan memasak harusnya bukan pakai catering. Harusnya nan memasak itu orang tua dari anak-anak nan ada di situ, jadi misalnya PKK gitu lah nan di sekolah itu, jadi dia memahami selera anak sekolah di situ," kata dia.

Di sisi lain, Trubus menjelaskan penerapan kebijakan bakal melangkah efektif andaikan perencanaan awal sudah melangkah baik.

Ia memandang program MBG sebetulnya sebagai program nan bagus, namun belum ditemukan skema baku nan jelas. Sehingga, penyelenggaraan MBG di fase awal ini pemerintah seperti berpendirian 'programnya melangkah dulu kelak diperbaiki'.

Trubus juga menyarankan prioritas awal dari program MBG di fase awal sebaiknya dijalankan di wilayah terluar, tertinggal dan terdepan alias 3T. Bagi Trubus, Anak-anak di area ini lebih memerlukan makan bergizi cuma-cuma daripada di wilayah perkotaan mewah.

"Kebijakan ini bagus itu untuk nilai-nilai nan mungkin di 3T dulu. Atau jika di Jakarta bisa di kampung-kampung di bantaran sungai, di bawah kolong tol itu. Kalau nan tinggal di Menteng, pondok bagus itu enggak usah sekolah-sekolah nan mewah-mewah itu tidak usah," kata dia.

Atur waktu ideal 

Peneliti Global Health Security di Pusat Lingkungan Hidup dan Kesehatan Penduduk Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman turut menyoroti penyelenggaraan pengedaran makanan dalam program MBG nan tidak selaras dengan kebutuhan waktu makan anak.

Baginya, waktu pengedaran makanan kepada anak-anak sekolah menjadi krusial lantaran untuk memastikan program ini optimal. Ia kemudian menyarankan waktu pengedaran makanan bagi anak tingkat TK alias SD dilakukan pada sebelum memulai pelajaran.

"Jadi jika bicara saran penjadwalan dan logistik saya menyarankan prioritaskan pengantaran makanan ke sekolah TK lebih awal misalnya jam 07.30-08.00 waktu setempat. Sehingga dapat diberikan sebelum pulang," kata Dicky.

Dicky menjelaskan dalam kurun waktu tersebut agar anak-anak pada usia TK dan SD memerlukan asupan daya untuk menjaga konsentrasi di pertengahan aktivitas belajar.

Di sisi lain, dia memberikan masukan waktu pengedaran makanan bagi anak tingkat SMP dan SMA idealnya diberikan saat rehat tengah hari alias sekitar pukul 11.00-12.00.

"Ini juga untuk mendukung aktivitas belajar mereka selanjutnya. Pemberian makanan di pertengahan pelajaran ini bisa mengganggu proses belajar-mengajar," kata dia.

Di sisi lain, Dicky menyarankan diterapkannya sistem kluster pengedaran makanan berasas jarak dan waktu operasional dari dapur. Sistem ini krusial agar pengantaran lebih efisien.

"Dan ini juga krusial melibatkan pihak sekolah untuk menentukan waktu makan nan ideal agar sesuai dengan agenda mereka. Dan perlu juga dipastikan sekolah ini punya akomodasi nan cukup untuk menyimpan makanan," kata dia.

(rzr/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya