Mk Putuskan Perusahaan Asuransi Tak Boleh Batalkan Polis Sepihak

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi alias judicial review Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Permohonan nan teregister dengan nomor perkara: 83/PUU-XXII/2024 itu diajukan oleh Maribati Duha nan diwakili oleh kuasa hukumnya Eliadi Hulu dan Rendi Vlantino Rumapea.

"Menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, 'termasuk berangkaian dengan pembatalan pertanggungan kudu didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berasas putusan pengadilan'," ujar Ketua MK Suhartoyo saat sidang pembacaan putusan, Jumat (3/1).

MK menyatakan Pasal 251 KUHD inkonstitusional bersyarat lantaran berpotensi menimbulkan interpretasi nan beragam, khususnya mengenai syarat batalnya perjanjian asuransi.

MK mencatat Pasal 251 KUHD tidak secara definitif mengatur sistem pembatalan jika terdapat hal-hal nan disembunyikan dalam pembuatan perjanjian asuransi. Selain itu, MK menilai Pasal 251 KUHD merupakan produk norma peninggalan kolonial Belanda nan sudah tidak relevan dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan norma saat ini.

"Norma Pasal 251 KUHD setelah dicermati secara saksama oleh Mahkamah merupakan norma nan berpotensi menimbulkan adanya tafsir nan beragam, khususnya jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi nan terdapat adanya persoalan nan berkenaan dengan adanya unsur nan disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik," kata pengadil konstitusi Ridwan Mansyur.

Sebab, norma Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur sistem syarat batal alias langkah pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal nan disembunyikan dalam membikin perjanjian, selain sekadar ada pilihan akibat nan timbul ialah perjanjian tersebut batal alias perjanjian tersebut tidak bakal diadakan alias bakal diadakan dengan syarat nan berbeda, jika hal-hal nan keliru alias disembunyikan tersebut diketahui sebelumnya.

"Oleh lantaran itu, tampak dengan nyata tidak terdapatnya penegasan berkenaan dengan tata langkah pembatalan akibat adanya hal-hal nan keliru alias disembunyikan dalam pemberitahuan oleh pihak tertanggung berangkaian dengan perjanjian nan dibuat oleh penanggung," ucap Ridwan.

Dalam putusannya, MK menegaskan pembatalan polis asuransi hanya dapat dilakukan berasas kesepakatan antara penanggung dan tertanggung alias melalui putusan pengadilan.

"Pembatalan pertanggungan kudu didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung alias berasas putusan pengadilan."

Eliadi Hulu selaku kuasa norma pemohon mengatakan putusan perkara a quo sebagai langkah progresif nan memberikan perlindungan dan keadilan secara berimbang antara penanggung dan tertanggung. Eliadi menjelaskan Pasal 251 KUHD selama ini sering digunakan perusahaan asuransi untuk membatalkan polis secara sepihak, sehingga pengguna alias mahir warisnya tidak dapat menyatakan duit pertanggungan.

Kata dia, dalam beberapa kasus, kesalahan tidak terletak pada nasabah, melainkan pada pemasok asuransi nan dengan sengaja menyarankan calon tertanggung untuk menyembunyikan info kesehatan demi meningkatkan jumlah pengguna dan memperoleh bingkisan lebih besar.

Oleh lantaran itu, menurut Eliadi, sudah sepatutnya Pasal 251 KUHD dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

"Putusan ini menjadi tonggak baru dalam perlindungan norma bagi pengguna asuransi. Persoalan-persoalan nan sering terjadi sebelumnya seperti pembatalan sepihak oleh perusahaan asuransi tidak bakal terulang lagi," kata Eliadi.

(ryn/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya