Mk Tolak Gugatan Maki Terkait Uu Kpk

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

pendapatsaya.com

Kamis, 02 Jan 2025 19:21 WIB

MK menolak permohonan uji materi Pasal 30 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang UU KPK nan diajukan oleh Koordinator MAKI Boyamin Saiman. MK menolak permohonan uji materi Pasal 30 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang UU KPK nan diajukan oleh Koordinator MAKI Boyamin Saiman. (pendapatsaya.com/Adhi Wicaksono)

Jakarta, pendapatsaya.com --

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi alias judicial review Pasal 30 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) nan diajukan oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

"Mengadili: Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1) petang.

Dalam permohonannya, Boyamin mau tambahan pemaknaan kata "Presiden" dalam rangka mendapatkan calon ketua dan majelis pengawas (dewas) KPK secara sah dan kredibel.

Boyamin mempersoalkan tidak ada kepastian norma mengenai presiden alias pemerintah periode mana nan berkuasa membentuk panitia seleksi calon ketua dan personil dewas KPK.

Boyamin beranggapan presiden dan pemerintah hanya dapat membentuk panitia seleksi calon ketua dan dewas KPK nan masa jabatannya sama.

Menurut MK, prinsip dalil permohonan tersebut sama dengan pertimbangan norma dalam putusan MK nomor: 160/PUU/XXII/2024.

Di antaranya, sistem perekrutan ketua KPK dengan skema empat tahunan berasas Pasal 34 UU KPK telah menyebabkan dinilainya keahlian dari ketua KPK nan merupakan manifestasi dari keahlian lembaga sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR dalam periode masa kedudukan nan sama.

Penilaian dua kali terhadap KPK tersebut dapat menakut-nakuti independensi KPK lantaran dengan kewenangan presiden maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi alias rekrutmen ketua KPK sebanyak dua kali dalam periode alias masa kedudukan kepemimpinannya berpotensi tidak saja memengaruhi independensi ketua KPK, tetapi juga beban psikologis dan tumbukan kepentingan terhadap ketua KPK nan hendak mendaftarkan diri kembali pada seleksi calon ketua KPK berikutnya.

Perbedaan masa kedudukan KPK dengan lembaga independen lain menyebabkan perbedaan perlakuan nan mencederai rasa keadilan lantaran memperlakukan berbeda terhadap perihal nan semestinya bertindak sama.

Hal demikian bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat 1 UUD NRI 1945.

"Oleh lantaran itu, menurut Mahkamah, guna menegakkan norma dan keadilan, sesuai dengan Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran nan wajar, ketentuan nan mengatur tentang masa kedudukan ketua KPK semestinya disamakan dengan ketentuan nan mengatur tentang perihal nan sama pada lembaga negara constitutional importance nan berkarakter independen ialah selama 5 tahun," ucap Hakim Konstitusi Saldi Isra.

MK beranggapan ketua dan personil Dewas KPK nan dihasilkan dalam proses seleksi dan disetujui alias diangkat pada pemerintahan nan berbeda bakal lebih menjamin independensi KPK lantaran tidak ada ketergantungan kepada pemerintahan sebelumnya nan terlibat seleksi.

"Pertimbangan norma putusan MK nomor: 160/PUU/XXII/2024 mutatis mutandis bertindak menjadi pertimbangan norma putusan perkara a quo," kata Saldi.

(ryn/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya