Peneliti Minta Pembuat Uu Tak Khianati Putusan Presidential Threshold

Sedang Trending 6 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

pendapatsaya.com

Sabtu, 04 Jan 2025 12:15 WIB

MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa UIN nan gugat presidential threshold di UU Pemilu. MK menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional. Ilustrasi. MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa UIN nan gugat presidential threshold di UU Pemilu. MK menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional. (Antara Foto/Hendra Nurdiyansyah)

Jakarta, pendapatsaya.com --

Pengamat dan peneliti berambisi kreator undang-undang ialah pemerintah bersama DPR tak membikin tafsir dalam UU Pemilu nan menyimpang dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal periode pemisah pencalonan presiden (presidential threshold).

Sebelumnya MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta--Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna--menguji materi tentang presidential threshold, Pasal 222 UU Pemilu. Dalam putusannya, MK menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional, Kamis (2/1).

"Belajar dari Aksi "Peringatan Darurat" RUU Pilkada, jangan sampai ada upaya untuk mendistorsi Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024 (yang menghapus periode pemisah pencalonan presiden). Apalagi mencoba membikin tafsir nan menyimpangi Putusan MK," ujar pengajar norma pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini dalam unggahan di akun X miliknya.

"Rakyat sangat sensitif pada pembonsaian kewenangan mereka. Maka itu, laksanakan Putusan MK ini dengan konsisten dan sebaik-baiknya," imbuhnya dalam unggahan nan CNNIndonesia.com sudah mendapatkan izin dari Titi untuk dikutip.

[Gambas:Twitter]

Pun demikian disampaikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Dalam siaran persnya, YLBHI berpendapat putusan MK nan diketuk awal tahun ini menunjukkan angan baru untuk perbaikan sistem kerakyatan dan negara hukum. Menurut YLBHI putusan penghapusan periode pemisah pencalonan presiden ini, mestinya dapat menjadi pintu masuk untuk memperbaiki sistem kepartaian maupun politik Indonesia menuju sistem kerakyatan dan politik nan lebih partisipatif dan demokratis sesuai mandat konstitusi.

"Saat ini nan perlu diwaspadai adalah perubahan beragam undang-undang mengenai politik dan kepemiluan. Kita tetap ingat, gimana partai-partai politik di DPR secara serampangan menafsir Putusan MK seenaknya, seperti nan pernah terjadi pada Undang-Undang Pilkada nan lalu," demikian siaran pers nan diterima Jumat (3/1).

"Tidak hanya itu, selama satu dekade, DPR banyak mengesahkan Undang-Undang tanpa memperdulikan Partisipasi Bermakna, nan berakibat pada pengesahan Undang-Undang nan merugikan Rakyat, mengacaukan sistem negara norma dan melanggar HAM. Untuk itu, YLBHI menyerukan untuk terus mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024," imbuhnya.

YLBHI pun mendesak DPR dan Pemerintah mematuhi putusan MK itu dengan segera merevisi izin mengenai sistem politik nan sejalan dengan nafas dalam putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

Mereka pun membujuk publik untuk mengawal agar tak ada penyimpangan dari putusan MK itu.

"Menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawal Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024," ujar mereka.

(kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya