ARTICLE AD BOX
pendapatsaya.com
Jumat, 03 Jan 2025 08:24 WIB

Jakarta, pendapatsaya.com --
Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusannya menghapus syarat periode pemisah pencalonan presiden namalain Syarat pada Pilpres.
MK mengabulkan uji materi atas Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Majelis pengadil konstitusi menilai pasal nan mengatur tentang PT itu bertentangan dengan konstitusi.
MK beranggapan Pasal 222 UU Pemilu tak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam norma dan pemerintahan, kewenangan memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian norma nan setara sebagaimana termaktub pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Lantas apakah itu presidential threshold?
Secara sederhana, presidential threshold merupakan syarat pencalonan menjadi presiden-wapres.
Hal itu diatur pada Pasal 222 UU Pemilu nan menyatakan bahwa paslon diusulkan oleh parpol alias campuran parpol peserta pemilu nan mempunyai minimal 20 persen bangku di DPR alias memperoleh 25 persen bunyi sah secara nasional pada Pileg DPR sebelumnya.
"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik alias Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu nan memenuhi persyaratan perolehan bangku paling sedikit 20 persen dari jumlah bangku DPR alias memperoleh 25 persen dari bunyi sah secara nasional pada Pemilu personil DPR sebelumnya," bunyi pasal tersebut.
Aturan itu merupakan pasal turunan dari patokan di atasnya, ialah konstitusi UUD NRI 145 Pasal 6A ayat (2) nan merupakan hasil dari amendemen ketiga.
Pasal itu menyatakan bahwa presiden-wapres diusulkan oleh parpol alias campuran parpol, tanpa mensyaratkan jumlah minimal perolehan bunyi alias kepemilikan bangku personil DPR untuk mengusulkan paslon.
"Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu sebelum penyelenggaraan pemilu," bunyi Pasal 6A ayat (2) UUD '45.
Presidential threshold sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia sejak Pilpres 2004. Namun nilai persentase syaratnya selalu berubah dari pemilu ke pemilu.
Pada Pilpres 2004, presidential threshold ditetapkan sebesar 15 persen bangku DPR dan 20 persen perolehan bunyi sah nasional di pemilu sebelumnya.
Syarat itu ditingkatkan pada Pilpres 2009, ialah 25 persen bangku DPR alias 20 persen perolehan bunyi sah nasional.
Syarat nan sama bertindak pada Pilpres 2014, namun pada Pilpres 2019 dan 2024 kembali berubah menjadi 20 persen bangku DPR alias 25 persen perolehan bunyi sah nasional
Kini, Pasal 222 UU Pemilu nan mengatur soal presidential threshold, telah dinyatakan oleh MK sebagai inkonstitusional.
(mnf/wis)
[Gambas:Video CNN]