ARTICLE AD BOX
pendapatsaya.com, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menyerukan perlunya transformasi besar dalam pengelolaan area Batam agar betul-betul menjadi pusat pertumbuhan ekonomi modern nan membanggakan Indonesia. Menurutnya, Batam menyimpan potensi luar biasa, namun hingga sekarang tetap dibayangi beragam halangan struktural dan birokrasi.
Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan BP Batam, Rabu 9 Juli 2025, dia mengungkapkan, sejak awal 2000, Batam digadang-gadang bakal menjadi 'The New Singapore' ikon kota modern Indonesia di pentas global. Namun kenyataannya, kota-kota lain seperti Dubai di UEA, Shenzhen di Tiongkok, dan area industri modern lainnya telah lebih dulu melesat.
"(Kota kota itu) menjadi pusat keuangan, perdagangan, dan teknologi dunia. Sementara Batam, di usianya nan telah melampaui tiga dekade, justru terkesan melangkah di tempat. Kini saatnya kita mewujudkan Batam sebagai 'The New Dubai' milik Indonesia kota modern nan menjadi episentrum industri, keuangan, pariwisata, dan penemuan masa depan,”ujar Ahmad Labib Labib.
Dia mengungkapkan bahwa dualisme kewenangan antara BP Batam dan Pemerintah Kota selama ini menjadi sumber kekacauan izin dan kebijakan. Oleh karena itu, dia menyambut baik langkah pemerintah nan menyatukan kepemimpinan BP Batam dan Pemko Batam dalam satu tangan.
“Langkah ini adalah awal nan tepat. Dualisme kepemimpinan telah terlalu lama membatasi kemajuan Batam. Kita butuh satu komando, satu arah, satu visi,” tegasnya.
Soroti Pentingnya Transformasi Status Batam
Politikus Partai Golkar itu juga menyoroti pentingnya transformasi dari status Free Trade Zone (FTZ) menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Ia menilai kebijakan ini bisa menjadi solusi efektif untuk merapikan pengelolaan kawasan, menghilangkan tumpang tindih kewenangan, dan memisahkan kegunaan administratif dari area industri dan perdagangan internasional.
“Kalau kita mau Batam menjadi ‘New Singapore’ alias apalagi lebih, maka kita tidak bisa bekerja dengan logika lama. Kita butuh keberanian untuk melakukan reformasi total,” lanjutnya.
Ia mengapresiasi langkah-langkah progresif nan dilakukan BP Batam, termasuk penyederhanaan perizinan, penghapusan proses nan tidak efisien seperti Fatwa Planologi, serta peluncuran sistem one stop service dan pengaduan real-time.
Namun, Labib juga mengingatkan agar deregulasi ini tidak justru membuka celah untuk praktik rente dan penguasaan lahan oleh segelintir pihak.
“Kami di Komisi VI mendukung penuh deregulasi. Tapi jangan sampai itu malah jadi jalan pintas untuk praktik oligopoli baru. Transparansi dan akuntabilitas kudu jadi prinsip utama,” ujarnya.
Pemerataan Investasi
Ia juga menekankan pentingnya pemerataan faedah investasi bagi masyarakat lokal. Batam tidak boleh hanya dibangun untuk penanammodal besar, tetapi juga kudu memberi ruang bagi koperasi, UMKM, dan organisasi lokal agar ikut tumbuh bersama.
“Kawasan seperti Batam kudu jadi laboratorium ekonomi inklusif. Jangan biarkan penduduk sekitar hanya jadi penonton di kampung halamannya sendiri,” ujar Labib.
Menutup pernyataannya, Ahmad Labib menyampaikan komitmennya untuk terus mengawal agenda reformasi BP Batam dari parlemen. Ia percaya, dengan produktivitas dan kepemimpinan nan progresif, Batam bisa betul-betul menjadi wajah modern Indonesia di Asia Tenggara.
“Mari kita jadikan Batam sebagai kebanggaan nasional—bukan hanya di peta investasi, tapi juga di hati rakyat Indonesia. Ini bukan sekadar mimpi, ini tantangan nan kudu kita jawab bersama,” pungkasnya.