ARTICLE AD BOX
pendapatsaya.com, Jakarta - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, angkat bicara soal tindakan penggembokan yang dilakukan mahir waris terhadap gerbang SDN Utan Jaya di Depok, Jawa Barat. Dedi menegaskan, tidak boleh ada penyegelan sekolah nan mengganggu proses belajar-mengajar, apapun alasannya.
"Harus dibuka, pokoknya tidak boleh lagi ada penyegelan lahan tempat anak-anak sekolah," tegas Dedi saat dikonfirmasi pada Jumat (9/5/2025).
Menurut Dedi, segala corak keberatan atas status lahan sebaiknya diselesaikan melalui jalur hukum, bukan dengan langkah menghalangi kewenangan pendidikan anak-anak.
"Kalau memang merasa keberatan, silakan tempuh jalur pengadilan," ujarnya.
Sebelumnya, pintu masuk SDN Utan Jaya nan sempat digembok dan dirantai oleh mahir waris lahan. Namun, pada Jumat pagi, pihak Pemerintah Kota Depok melalui Satpol PP, dengan pengawalan dari Polres Metro Depok dan TNI, telah membuka kembali segel tersebut agar aktivitas belajar mengajar bisa melangkah normal.
Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah, memastikan segel sudah dibuka dan siswa bisa kembali belajar.
"Sudah kami buka segelnya lantaran ini lahan sengketa. Kami minta pihak mahir waris untuk menempuh jalur hukum," ujar Chandra.
Ia juga memastikan keamanan bakal terus dijaga, terutama saat penyelenggaraan ujian.
"Hari ini dijaga, lusa dijaga lagi oleh Pol PP. Kami pastikan situasi tetap kondusif," imbuhnya.
Duduk Perkara Sengketa SDN Utan Jaya
Sengketa ini mencuat setelah mahir waris almarhum H. Namit Sairan, Muchtar, menyatakan bahwa lahan nan ditempati SDN Utan Jaya merupakan milik keluarganya. Ia menyebut pemerintah tak pernah menepati janji pembayaran dan justru menggunakan lahan secara sepihak sejak tahun 1990, saat Depok tetap bagian dari Kabupaten Bogor.
"Keluarga kami mempunyai arsip resmi kepemilikan. Mereka menjanjikan kompensasi, tapi sampai sekarang tidak pernah terealisasi," kata Muchtar, mantan Kepala Desa Pondok Jaya.
Menurutnya, janji pengangkatan personil family sebagai PNS juga tidak ditepati. Bahkan, sejumlah pembimbing kala itu justru memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi.
"Waktu itu tetap Kabupaten Bogor. PNS nan dijanjikan justru diberikan ke anak-anak guru," ungkapnya.
Muchtar mengaku sudah beberapa kali melakukan penggembokan sebagai corak protes, namun tak kunjung mendapat solusi konkret dari Dinas Pendidikan Kota Depok.
"Sudah 35 tahun kami tidak mendapat kejelasan apa-apa. Ini corak kekecewaan kami," ujarnya.
Pemerintah Imbau Jangan Korbankan Hak Anak Didik
Meski menyayangkan ketidakjelasan status lahan, family mahir waris mengaku tidak beriktikad menghalang pendidikan anak-anak. Namun mereka merasa tidak punya pilihan lantaran merasa diabaikan.
"Kalau memang tidak mau membayar, silakan pindahkan murid-muridnya. Kami minta Dinas Pendidikan bertanggung jawab," tegas Muchtar.