Ketua Kpu Tak Pernah Dimintai Keterangan Mk Soal Pemisahan Pemilu

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin mengaku pihaknya tak pernah dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan mengenai pemisahan pemilu nasional dan daerah.

Padahal, menurut Afif, pertimbangan dalam putusan itu menyangkut kerja-kerja KPU sebagai penyelenggara pemilu. Hal itu, kata dia, berbeda saat MK memutuskan pemilu serentak lewat amar putusan nomor 55/PUU-XVII/2019.

"Nah ini di antara nan memang tidak meminta keterangan kami sebagai penyelenggara meskipun alasannya sama dengan konklusi banyak pihak," kata Afif dalam obrolan Fraksi PKB di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7).

Menurut dia, putusan MK terbaru nomor 135/PUU-XXII/2024 tak memberikan opsi apapun baik kepada pemerintah, DPR, alias penyelenggara pemilu untuk menentukan perbaikan model pemilu.

Sementara, pada putusan 55, MK memberikan enam opsi model penyelenggaraan pemilu serentak lima kotak suara.

"Kalau 55 kan suruh milih nih. Termasuk opsi nan terbuka, terserah pilihannya apa. Sekarang udah disuruh Anda kudu pilih ini. 135 ini begitu," katanya.

Dalam amar putusannya, pada 26 Juni 2025, MK memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan wilayah dipisahkan dengan jarak waktu paling singkat 2 tahun alias paling lama 2 tahun dan 6 bulan.

Pemilu nasional terdiri dari pemilihan personil DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara pemilu wilayah terdiri atas pemilihan personil DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Sejumlah pihak mengkritik putusan itu lantaran dinilai paradoks dari putusan sebelumnya agar pemilu digabung dan digelar dalam sekali dalam lima tahun. Putusan MK juga disebut bakal berkapak pada perpanjangan masa kedudukan personil legislatif tingkat daerah.

"MK telah menjadi negative legislator sendiri nan bukan kewenangannya dalam sistem norma nan demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi norma dan konstitusi," kata personil Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat namalain Rerie dalam konvensi pers di NasDem Tower, Senin (30/6).

(fra/antara/fra)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya