ARTICLE AD BOX
Jakarta, pendapatsaya.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka bunyi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat.
Diketahui, dengan adanya putusan MK tersebut, perusahaan asuransi tidak lagi bisa membatalkan klaim secara sepihak.
Menanggapi perihal ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menyebut, pasal ini krusial untuk mendukung prinsip utmost good faith. Ia menegaskan, meskipun ada perubahan norma, prinsip tersebut tetap bertindak secara universal.
Ogi menyatakan bahwa formulasi nan transparan diperlukan agar pembatalan klaim tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Ia juga menyoroti perlunya izin tambahan untuk mencegah penyalahgunaan, baik oleh perusahaan asuransi, agen, maupun konsumen.
"Kami hormati dan melaksanakan putusan MK tersebut, OJK menyadari bahwa perlu adanya penguatan kesetaraan penanggung dan tertanggung untuk perjanjian polis asuransi," ungkap Ogi dalam konvensi pers RDKB OJK, Selasa, (7/1/2025).
Selanjutnya, OJK bakal mempelajari langkah-langkah perbaikan mengenai proses perjanjian polis asuransi. Beberapa langkah nan bakal dilakukan mencakup meminta masukan dari asosiasi, industri, dan publik guna memperbaiki arsip perjanjian polis.
Selain itu, OJK juga mendorong perusahaan asuransi meningkatkan proses underwriting agar calon pemegang polis memberikan info nan benar.
"Apabila tetap terjadi dispute, bakal ditindak lanjuti melalui kesepakatan antar pihak, antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis alias tertanggung dan diupayakan dan kemudian dengan sistem abritase, alias dengan pengadilan, ini sesuai dengan pengadilan," ungkapnya.
Namun, Ogi menekankan bahwa perbaikan perjanjian polis tetap menjadi prioritas utama. Ia berambisi langkah ini dapat menciptakan proses asuransi nan lebih jelas, adil, dan berdasarkan prinsip kehati-hatian.
Sebelumnya, MK resmi mengabulkan permohonan uji materi alias judicial review mengenai Pasal 251 KUHD ini nan dimohonkan oleh Maribati Duha, pada Jumat (3/1/2025). Adapun permohonan itu terdaftar dengan nomor perkara 83/PUU-XXII/2024.
"Menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, 'termasuk berangkaian dengan pembatalan pertanggungan kudu didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berasas putusan pengadilan'," ujar Ketua MK Suhartoyo, dikutip dari keterangan resmi.
Pasal ini dinilai inkonstitusional lantaran berpotensi menimbulkan adanya tafsir nan beragam, terutama jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi nan terdapat adanya persoalan nan berkenaan dengan adanya unsur nan disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.
(ayh/ayh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Alasan Asuransi Kredit & Suretyship Wajib Punya Modal Rp250 M
Next Article Bumiputera (AJBB) Bayar Klaim Rp 241 M, OJK Pelototi RPK Terbaru