ARTICLE AD BOX
Jakarta, pendapatsaya.com --
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Devi Darmawan menilai Mahkamah Konstitusi (MK) agak keluar dari kewenangannya soal putusan pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Devi mengatakan dalam konteks ketatanegaraan, ada pembagian kekuasaan antar lembaga. Ada juga prinsip check and balances.
"Dalam konteks checks and balances relasi antara MK dan DPR di dalam dinamika akuntabilitas politik ini, bisa kita lihat sebenarnya jika saya menyebut bahwa sebenarnya memang dalam keputusan ini MK agak keluar dari kewenangannya," kata Devi dalam webinar nan digelar BRIN, Rabu (9/7).
"Tapi saya tidak bakal membenarkan perihal itu walaupun banyak nan bilang bahwa oh memang tidak apa-apa MK begitu. Tapi saya menyatakan bahwa kita punya prinsip checks and balances, kita punya division of power gitu ya," imbuh dia.
Devi menjelaskan MK mempunyai peran sebagai negative legislator nan dapat membatalkan norma norma nan bertentangan dengan konstitusi.
Sementara DPR berbareng pemerintah berkedudukan membikin undang-undang.
Ia mengatakan peran antarlembaga itu ke depan kudu diperjelas agar tidak ada lembaga nan keluar dari batasan.
"Jadi perannya MK semata-mata sebagai negative legislator ya membatalkan apa nan sudah dipositifkan oleh DPR nan dalam perihal ini berilah lagi opsi tersebut kepada parlemen untuk segera menindaklanjutinya," ujarnya.
Menurut Devi, putusan nan dikeluarkan MK ini membikin kesan seolah-olah MK lebih mendominasi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan khususnya nan mengenai dengan sistem kepemiluan.
Ia berambisi ke depan, semua lembaga kembali pada fungsi-fungsi dan kewenangan masing-masing.
"Hal ini perlu lantaran nan kita perhatikan itu tidak sekedar untuk memperbaiki sistem pemilu, tapi juga menghormati dan memperbaiki sistem ketatanegaraan kita agar betul-betul bisa sesuai dengan asas checks and balances dalam sistem pemerintahan presidensial," katanya.
MK sebelumnya memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan wilayah dipisahkan dengan jarak waktu paling singkat dua tahun alias paling lama dua tahun dan enam bulan.
Pemilu nasional antara lain pemilihan personil DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu wilayah terdiri atas pemilihan personil DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan kota serta kepala dan wakil kepala daerah.
Putusan itu menuai kritik dari personil majelis maupun fraksi-fraksi di DPR. Sejauh ini MK belum merespons kritik dari personil majelis soal putusan tersebut.
Dalam pernyataannya, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan baru sebatas menunggu tindak lanjut DPR mengenai putusan itu.
"Putusan MK kan sudah diucapkan, kami tinggal menunggu kewenangan DPR untuk menindaklanjuti. Kami tunggu. Karena DPR juga punya kewenangan," kata Heru usai rapat anggaran di Komisi III DPR, Rabu (9/7).
(fra/yoa/fra)
[Gambas:Video CNN]