Tujuh Warga Penolak Tambang Di Rangkasbitung Diperiksa Polda Banten

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Serang, pendapatsaya.com --

Sebanyak tujuh warga diperiksa Polda Banten, buntut demonstrasi menolak tambang tanah nan merusak alam dan akomodasi di kampung mereka ialah di Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.

Para penduduk itu sebelumnya dilaporkan pengusaha tambang ke Polda Banten. Warga-warga desa itu kemudian diperiksa interogator dengan argumen merusak akomodasi pertambangan dan penghasutan.

"Dalam tindakan tersebut konon kata pemilik upaya ada peristiwa perusakan, ada peristiwa penghasutan, nan dilakukan oleh penduduk katanya untuk melakukan tindakan demonstrasi itu lantaran tidak ada izin dari pihak kepolisian maka dianggap sebagai aktivitas nan ilegal," ujar Bahtiar Rifai, dari LBH Muhammadiyah Banten, nan mendampingi penduduk di Polda Banten, Jumat (3/1).

Pada kesempatan itu, Bahtiar memastikan tak ada penghasutan nan dilakukan warga. Dia mengatakan penduduk berdemonstrasi menolak pertambangan secara spontan, lantaran mereka sudah gerah dengan debu hingga kerusakan lingkungan.

Warga nan jengkel melempari truk tanah dengan lumpur, kemudian membakar ban jejak dan terpal nan ada di sekitar letak tambang secara spontanitas sebagai corak kekesalan mereka.

"Apa nan terjadi terhadap penduduk tersebut terjadi secara spontan seperti itu, mengenai ada aktivitas nan dianggap merusak gitu kan ya," ujar Bahtiar.

Dia mengatakan penduduk juga sebelumnya telah melaporkan aktivitas tambang diduga terlarangan itu ke Polres Lebak pada 3 Desember 2024, namun hingga sekarang belum ada pemeriksaan nan dilakukan kepolisian.

Sementara peristiwa demonstrasi nan diduga dipolisikan pengusaha tambang itu terjadi pada 17 Desember 2024.

Pihaknya pun mempertanyakan polisi nan diduga lebih dulu menangani laporan dari pengusaha daripada dari penduduk nan justru diklaimnya sudah masuk lebih dulu.

"Kami sudah membikin laporan melalui penduduk ke Polres Lebak. Kami menyayangkan laporan kami sampai dengan saat ini belum ada proses apapun dari Polres. Ketika mereka (pengusaha galian tanah) membikin laporan pengaruh dari demo tanggal 17 Desember tersebut ini, kok responnya malah lebih sigap gitu kan ya, ini cukup aneh. Teman-teman dari Polda Banten dan Polres Lebak bisa bersikap profesional," tutur Bahtiar.

Tokoh masyarakat sekaligus Ketua RT setempat nan ikut diperiksa di Polda Banten, Tarmidi, mengaku penduduk sudah gerah dengan aktifitas galian tanah nan sudah beraksi sejak 2018 silam.

Dia bercerita ketika musim kemarau, debu mengotori rumah dan pandangan warga. Jika musim hujan, ceceran tanah menjadi lumpur dan banyak penduduk nan terpeleset. Selain itu, jalanan di Desa Mekarsari juga rusak akibat aktivitas kendaraan tambang.

"Pada ada nan jatuh, ada nan anak sekolah pada jatuh pada kotor, orang-orang jadinya gerah gitu, jadi marah lah, apalagi ibu-ibu lebih pada marah-marah. Kami pihak masyarakat dari dulu sampai sekarang tuh minta diperbaiki jalan tidak minta apa-apa, tidak kok, hanya pengusahanya tidak ada nan mau itikad baik ke masyarakat," ujar Tarmidi kepada wartawan usai pemeriksaan di Polda Banten, Jumat.

Selain itu, dia mengaku penduduk juga resah dengan intimidasi  nan diduga dilakukan oleh preman penghasilan pengusaha tambang. Sehingga kekesalan itu memuncak pada 17 Desember 2024, dengan melempari truk menggunakan lumpur dan tanah galian.

"Malahan nan dikasih duit itu preman, jadi masyarakat mah ditutup aja sama preman-preman, akhirnya ujung-ujungnya masyarakat mah takut. Apalagi sekarang banyak nan satu kampung diintimidasi nan punya nan kepentingan," jelasnya.

Hingga buletin ini ditulis, CNNIndonesia.com belum mendapatkan keterangan dari kepolisian mengenai kasus tersebut, termasuk dari Kabid Humas Polda Banten.

(ynd/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya