ARTICLE AD BOX
pendapatsaya.com, Jakarta - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni membentuk tim kerja percepatan penetapan hutan adat nan sifatnya inklusif.
Tim ini diisi oleh akademisi dari beragam universitas seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bagian lingkungan.
"Saya baru membentuk satu tim kerja percepatan penetapan rimba adat, ini tim sifatnya inklusif melibatkan akademisi UGM, ITB beragam universtias, Universitas Cenderawasih," ujar Menhut Raja Juli sebelum rapat berbareng Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025).
"Di dalam tim itu juga melibatakan LSM, ada dari AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), ada WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)," sambungnya.
Dia mengatakan saat ini ada 1,4 juta hektare potensi rimba budaya di Indonesia. Untuk itu, Raja Juli berambisi rimba budaya ini dapat segera mendapatkan kepastian norma agar sehingga masyarakat dapat menjaga rimba dengan baik.
"Tujuannya ini asta cita ke delapan presiden ialah memperkuat harmoni antara pembangunan, alam, hutan, dan budaya, budaya di situ, dimana saya berambisi tetap ada sekitar 1,4 juta potensi rimba budaya di Indonesia," kata dia.
"Saya berambisi pemberian kepastian norma kepada rimba budaya ini bisa melangkah dengan cepat. lantaran saya percaya masyrakat budaya nan bisa menjaga rimba dengan baik," imbuh Raja Juli.
Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mencontohkan soal kunjungannya ke kampung budaya di Ciamis, Jawa Barat nan telah berdiri ratusan tahun. Menurut dia, masyarakat budaya disana tetap menjaga patokan dan keseimbangan antara pembangunan dan alam dengan baik.
"Saya kemarin masuk ke rimba larangan, tidak boleh pakai sepatu, sangat luar biasa bisa mempertahankan rimba dengan baik, alam dengan baik. Sehingga tidak pernah banjir, tidak pernah kekeringan, terbakar dan sebagainya. Dari tahun 2016 - 2024 itu sudah ada penetapan rimba budaya seluas 322 ribu hektare," tutup Raja Juli.
Izin pembangunan akomodasi wisata di Pulau Padar untuk PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT. KWE) dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan pada 2014 melalui SK Menteri Kehutanan No:SK.796/Menhut-II/2014 dalam kerangka eco-tourism.
Hari Internasional Masyarakat Adat 2025, Kemenhut Tetapkan 333.687 Hektare sebagai Hutan Adat
Sebelumnya, memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat 2025 nan jatuh pada Sabtu, 9 Agustus 2025, Kementerian Kehutanan menyatakan telah menetapkan lebih dari 300 ribu hektare sebagai rimba adat. Itu terbagi menjadi 160 unit rimba budaya dengan total luasan sekitar 333.687 hektare terhitung sejak 2016 hingga Juli 2025.
Hutan budaya itu diberikan kepada 83 ribu kepala family masyarakat norma budaya nan berada di 41 kabupaten dan 19 provinsi. Dalam rilis nan diterima Lifestyle pendapatsaya.com, Sabtu, 9 Agustus 2025, penetapan rimba budaya tersebut merupakan bentuk komitmen dalam mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat.
Perjalanan pengakuan rimba budaya ini, kata Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi No 35/2012 nan menyatakan bahwa Hutan Adat bukan lagi bagian dari Hutan Negara, tetapi tetap area hutan. Putusan itu ditindaklanjuti dalam PP 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Selanjutnya, Kemenhut membentuk Satgas Percepatan Penetapan Hutan Adat Nomor 144 Tahun 2025. Pembentukan Satgas, kata Menhut, untuk memperkuat dan mempercepat komitmen pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo mengenai pengakuan rimba adat.
Menurutnya, penguatan tersebut memberi kepastian norma dan agunan perlindungan pada masyarakat budaya atas wilayah leluhur nan selama ini dikelola secara lestari.
Perkembangan Penetapan Hutan Adat per Tahun
Pada 2019 menjadi titik lonjakan awal dengan penetapan seluas lebih dari 17 ribu hektare dalam satu tahun. Lompatan berikutnya terjadi pada 2022 dengan luasan penetapan mencapai nyaris 80 ribu hektare, dan bersambung pada 2023 dengan capaian tertinggi, ialah lebih dari 90 ribu hektare.
Pada 2024, penambahan tetap tinggi dengan luasan mencapai 88 ribu hektare, termasuk lokasi-lokasi nan sedang dalam proses perubahan status. Sementara, selama periode Januari hingga Juli 2025, luasan rimba budaya nan ditetapkan mencapai 70.688 hektare.
"Banyak peningkatannya, capaian baik nan sudah ada SK Penetapan maupun SK sedang drafting dan sudah verifikasi selama Januari - Juli 2025 sangat tinggi dibanding tahun sebelumnya," ujar Julmansyah, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kemenhut.
"Kalau dibuat rata-rata capaian tahunan dari 2016-2024 selama delapan tahun, maka capaian per tahunnya kurang lebih 41.563 Ha. Sementara, capaian Januari--Juli 2025 sudah pada nomor kurang lebih 70.688 Ha. Masih ada waktu lima bulan di 2025 ini, sehingga capaian 2025 ini bisa mencapai kurang lebih 100.000 Ha," tuturnya.
Dari luasan rimba budaya nan ditetapkan pada tahun ini, lokasinya dirinci berada di lima kabupaten, ialah Kutai Barat, Sanggau, Sorong Selatan, Buleleng, dan Tabanan. Total ada 17 organisasi masyarakat norma budaya nan mendiami hutan-hutan budaya tersebut. Saat ini, Kementerian Kehutanan baru selesai memverifikasi rimba budaya di Bulungan, Kalimantan Utara, seluas 70.688 hektare.
Distribusi Hutan Adat di Indonesia
Secara geografis, penetapan Hutan Adat telah menjangkau 41 kabupaten di 19 provinsi. Provinsi-provinsi seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua Barat, Sumatera Utara, dan Papua merupakan wilayah dengan luasan Hutan Adat tertinggi.
Kalimantan Barat mencatat luasan terbesar dengan lebih dari 117 ribu hektare, diikuti Kalimantan Tengah dengan lebih dari 68 ribu hektare. Sumatera Utara, Papua, dan Papua Barat menunjukkan kontribusi signifikan dalam perihal cakupan wilayah dan jumlah penerima manfaat.
Selain capaian nan telah ditetapkan, pemerintah juga telah mengidentifikasi potensi tambahan pengakuan Hutan Adat melalui Indikatif Hutan Adat nan mencakup luasan sekitar 762 ribu hektare. Data ini mencerminkan potensi nan sangat besar, dengan Kalimantan Utara sebagai provinsi dengan luasan sugestif terbesar, ialah lebih dari 400 ribu hektare. Wilayah lain seperti Maluku Utara, Sulawesi Selatan, dan Riau juga menunjukkan kesempatan ekspansi pengakuan Hutan Adat ke depan.
Penetapan rimba budaya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat adat. Namun, potensi penyelewangan selalu ada. Buktinya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap tetua budaya alias ninik mamak, Yoserizal, di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar.
Pria 43 tahun itu mengaku punya 6.000 hektare lahan ulayat. Datuk Yose sudah menjual lahan dimaksud dengan dalih hibah. Saat ini, ada 60 hektare lahan diperjualbelikan kepada pemodal dan dibabat untuk disulap menjadi perkebunan sawit.
Kapolda Riau Inspektur Jenderal Herry Heryawan menjelaskan, perambahan terjadi di Hutan Lindung Ulak Satu dan Hutan Produksi Batang Lipai Siabu. Dalam kasus kejahatan lingkungan ini, polisi juga menangkap pemodal dan perantara ke ninik mamak.
Herry menegaskan, perambahan rimba merupakan pembunuhan massal. Tidak hanya manusia tapi kehidupan dalam ekosistem lingkungan hidup.
"Ini merupakan ekosida terhadap pohon hutan, ini bukan kejahatan biasa tapi ekstra ordinary lantaran kerugiannya tidak bisa diukur secara materil tapi juga warisan bagi anak cucu," kata Herry, Senin siang, 9 Juni 2025, dikutip dari kanal Regional pendapatsaya.com.