Pemerintah Bentuk Tim Kaji Putusan Mk Soal Pemilu Nasional Dan Daerah Terpisah

Sedang Trending 9 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

pendapatsaya.com, Jakarta Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah membentuk tim untuk mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan memisahkan pemilhan umum (pemilu) nasional dan daerah. Menurut Prasetyo, putusan MK tersebut membawa implikasi nan kudu dianalisis secara matang.

"Kami (Kemensetneg), saya dan Kementerian Dalam Negeri selama ini nan memang membawahi masalah kepemiluan ya. Kemudian dengan teman-teman di Kementerian Hukum, kami membikin satu tim untuk mengkaji sebuah putusan Mahkamah Konstitusi nan baru kemarin itu," jelas Prasetyo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa (1/7/2025).

"Karena putusan (MK) itu kan membawa implikasi nan memang kudu kita pikirkan. Tidak sekedar secara legal umum amar keputusannya, tetapi akibat dari amar putusan itu kan secara teknis nanyak sekali nan kudu kita analisa," sambungnya.

Prasetyo menyampaikan pemerintah memerlukan waktu untuk mengkaji dan menganalisa putusan MK soal pemilu terpisah tersebut. Setelah itu, kata Prasetyo, tim bakal meminta petunjuk dari Presiden Prabowo Subianto untuk sikap selanjutnya.

"Kemudian tentunya kelak beri kami waktu kami bakal minta petunjuk dari Bapak Presiden. Kalau hasil analisa dari kementerian sudah selesai. Pada waktunya kelak pasti bakal kami sampaikan," kata Prasetyo.

Prasetyo menyampaikan pemerintah sebetulnya sedang konsentrasi dan semangat bekerja. Meski begitu, dia memastikan pemerintah tetap meghormati keputusan MK soal pemilu nasional dan wilayah digelar tidak serentak.

"Tapi kami menghormati dan tentu pemerintah tidak bakal tinggal diam, dalam artian kita bakal menganalisa hasil keputusan MK," tutur Prasetyo.

Mahkamah Konstitusi RI memutuskan untuk memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum nasional dan wilayah mulai 2029. MK menilai pemilu serentak membikin masyarakat jenuh dan tidak fokus.

MK Putuskan Pelaksanaan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisahkan

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan wilayah dipisahkan dengan jarak waktu paling singkat 2 tahun alias paling lama 2 tahun 6 bulan.

Pemilu nasional meliputi pemilihan personil DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu wilayah terdiri atas pemilihan personil DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Dalam perihal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan nan diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) nan diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Secara lebih rinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

"Pemungutan bunyi dilaksanakan secara serentak untuk memilih personil DPR, personil DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun alias paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan personil DPR dan personil DPD alias sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan bunyi secara serentak untuk memilih personil DPRD provinsi, personil DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur alias hari nan diliburkan secara nasional."

Infografis

Selengkapnya