ARTICLE AD BOX
Jakarta, pendapatsaya.com - Perjalanan panjang kesuksesan kopi legendaris Kapal Api memang tidak mai-main. Tak heran kopi Kapal Api sekarang menjadi satu di antara sedikit merek minuman kopi komersial asal Indonesia nan sudah mendunia.
Bisnis ini dimulai dari Go Soe Loet nan merupakan perantau asal Fujian, China. Dia tiba di Surabaya dan memulai upaya kopi rumah pada 1920-an.
Dalam upaya ini, dia selektif dalam memilih biji kopi. Dia memastikan sendiri biji kopi nan bakal dipakainya adalah kualitas terbaik. Jika sudah, biji kopi itu digoreng dan ditumbuknya hingga menjadi bubuk. Setelah itu siap dijual ke pasar.
Muhammad Ma'ruf dalam 50 Great Business Ideas From Indonesia (2010:31) menyebut dia kudu berjuang keras di pasaran lantaran kopinya punya banyak saingan di pasar Jawa Timur.
Untuk membedakannya, Goe Soe Loet mengemas kopinya dengan kertas berwarna coklat dan diberi merek HAP Hootjan nan berfaedah kapal api. Penamaan ini didasarkan oleh pengalaman membekas Goe Soe Loet nan menggunakan kapal api berkekuatan uap ke Jawa.
Meski tertatih-tatih, upaya kopinya cukup moncer. Laris dan bisa melewati beragam ketidakstabilan ekonomi. Go Soe Loet kemudian menikah dan mempunyai anak berjulukan Go Tek Whie.
Dia mendidik anaknya secara serius. Sejak belia anaknya sudah diikutsertakan dalam berbisnis kopi. Alhasil, di masa depan anaknya itulah nan membawa HAP Hootjan menjadi besar.
Pada 1970-an, Go Tek Whie, nan dikenal sebagai Soedomo Mergonoto, mengubah nama merek jual beli HAP Hootjan menjadi Kapal Api. Selain itu dia juga sangat visioner.
Pernah suatu masa upaya kopinya menurun. Setelah diusut diketahui jika mesin kopinya sudah jelek. Mesinnya buatan tahun 1800-an. Artinya sudah 100 tahun lebih.
Masih mengutip 50 Great Business Ideas From Indonesia (2010), pada 1978 Soedomo lantas pergi ke Jerman untuk menghadiri pameran mesin pengolah kopi.
Di sana Soedomo terkejut lantaran nilai mesin kopi sangat mahal, sekitar Rp 123 juta. Alhasil, dia hanya bisa mengawasi dan membikin mesin buatan sendiri dengan budget Rp 870 ribu.
Mesin buatannya memang sukses mengolah kopi 180 kg/jam. Sayangnya, hasil kopinya justru makin buruk. Bisnis Kapal Api menurun. Akhirnya Soedono menyerah dan terpaksa membeli mesin Jerman seharga Rp 123 juta itu dengan meminjam ke Bank Pembangunan Indonesia. Semakin mahal harganya, semakin tinggi pula kualitasnya. Dan ini terbukti di Kapal Api.
Mesin pengolahan kopi itu sukses meningkatkan kualitas Kapal Api. Konsumen naik dan Soedomo makin giat memasarkannya. Saat tumbuh besar inilah Soedomo mendirikan PT Santos Jaya Abadi di Sidoarjo.
Kelak ini jadi pusat kerajaan bisnisnya. Untuk memperluas jangkauan konsumen, Soedomo berani memasang iklan di TVRI nan dikenal sangat mahal. Kapal Api kudu merogoh kocek dalam untuk perihal ini.
Namun, upaya ini membuahkan hasil. Kopi Kapal Api jadi raja kopi di Indonesia. Perusahaan sukses menjual Kapal Api ke beberapa kota di luar Jawa seperti Palembang, Makassar, Medan dan Pontianak. Bahkan, pada 1985, kopi Kapal Api diekspor ke Timur Tengah, Taiwan, Hongkong, dan Malaysia. Soedomo makin kaya raya.
Setelahnya sukses dengan kopi serbuk hitam kapal Api, Soedomo memproduksi kopi susu bermerek kopi ABC. Kopi ini jadi pengganti masyarakat Indonesia nan mau mencampurkan susu ke dalam larutan kopi secara instant. Dalam sekejap, laku manis.
Pada tahun 1992, Soedomo merambah ke upaya warung kopi di tahun 1992 berjulukan Excelso, segmennya untuk masyarakat menengah atas. Dua gerai pertama berada di Plaza Indonesia (Jakarta) dan Plaza Tunjungan II (Surabaya). Tak hanya itu, Kapal Api juga memproduksi Good Day, Ceremix, dan Permen Relaxa. Keberhasilan ini membikin Soedomo menjadi Crazy Rich Surabaya.
(lih/luc)
[Gambas:Video CNBC]