4 Mahasiswa Uin Kalijaga Penggugat Presidential Threshold Di Mk

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat periode pemisah pencalonan presiden alias presidential threshold sebesar 20 persen nan diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK mengabulkan gugatan nan dilayangkan Enika Maya Oktavia dan tiga orang lainnya dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, hari ini Kamis (1/2).

Permohonan ini diajukan oleh Enika, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna. Mereka seluruhnya adalah Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Dikutip di laman resmi UIN Sunan Kalijaga, empat mahasiswa ini merupakan personil dari Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK), lembaga otonom mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum.

Enika merupakan penduduk Desa Telaga Baru, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Sementara Rizki Maulana merupakan penduduk Kelurahan Sukaresik, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Faisal Nasirul Haq mempunyai tempat tinggal di Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kemudian Tsalis Khoirul Fatna merupakan penduduk Bumisegoro, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Dikutip di laman MK, keempat penggugat ini mengalami kerugian konstitusional akibat pemberlakuan Pasal UU Pemilu mengenai keberadaan presidential threshold. Para Pemohon memandang perihal ini sebagai langkah nan merugikan moralitas kerakyatan para Pemohon sehingga kewenangan para pemohon untuk memilih presiden nan sejalan dengan preferensi alias support politiknya menjadi terhalang alias terbatas.

Mereka juga menganggap prinsip "one man one vote one value" tersimpangi oleh adanya presidential threshold. Hal ini menimbulkan penyimpangan pada prinsip "one value" lantaran nilai bunyi tidak selalu mempunyai berat nan sama.

Empat mahasiswa ini mengatakan idealnya bunyi semestinya mengikuti periode pemilihan nan bersangkutan. Namun, dalam kasus presidential threshold, nilai bunyi digunakan untuk dua periode pemilihan, nan dapat mengarah pada distorsi representasi dalam sistem demokrasi.

Putusan menghapus kebijakan presidential threshold dalam UU Pemilu oleh MK ini menjadi pertama kalinya usai putusan sebelumnya kerap ditolak MK.

Jika ditilik ke belakang, MK pernah memutuskan perkara nan sama alias serupa pada putusan sebelumnya. Hakim Konstitusi Saldi Isra pada Februari 2024 lampau pernah menyampaikan norma pada pasal 222 itu telah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.

(rzr/gil)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya