Belajar Dari Jepang, China Bisa Bangkit Dari 'kiamat' Saham

Sedang Trending 6 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com - Saham-saham di China menunjukkan tren penurunan setidaknya selama tiga tahun berturut-turut. Namun akhir tahun 2024 lampau menjadi angan baru bagi China lantaran adanya stimulus ekonomi dari Beijing.

Melansir Wall Street Journal, indeks MSCI China naik 16% tahun lalu, perihal itu menjadi kenaikan pertama sejak tahun 2020 lalu. Sebagian besar kenaikan terjadi setelah akhir September 2024 lalu.

Hal itu seiring ketika Beijing mengisyaratkan support kebijakan nan lebih kuat terhadap perekonomian. Sejak itu, China telah meluncurkan paket stimulus senilai US$ 1,4 triliun bagi pemerintah pusat untuk menanggung utang pemerintah daerah, dan menjanjikan lebih banyak stimulus moneter tahun ini.

Namun, perihal itu dinilai belum cukup lantaran para penanammodal tetap menunggu kebijakan nan lebih konkret salah satunya untuk meningkatkan konsumsi domestik.

Belajar dari Jepang

Bukan tanpa alasan, pesimisme perekonomian Tiongkok tetap terjebak dalam deflasi, dengan nilai produsen turun selama 26 bulan berturut-turut, turun 2,5% dari tahun ke tahun pada bulan November. Inflasi konsumen nyaris tidak berada di atas nol, dengan nilai naik hanya 0,2% dalam periode nan sama.

Kondisi tersebut mirip dengan kondisi nan pernah dialami oleh Jepang. Jepang juga pernah terjungkal dalam deflasi selama beberapa dasawarsa nan sukses diatasi dalam beberapa tahun terakhir.

Memang, imbal hasil obligasi 30 tahun China sekarang telah turun di bawah Jepang, nan berada di nomor 2,3%. Mirip dengan gelembung properti dan saham Jepang nan meletus pada awal 1990-an, kesulitan nan dialami China saat ini muncul setelah sektor perumahannya melonjak pada tahun 2021.

Satu pelajaran dari pengalaman Jepang adalah bahwa dibutuhkan stimulus nan kuat dan luar biasa untuk keluar dari spiral deflasi.

Sejauh ini, China di bawah kepemimpinan Xi Jinping dinilai seperti mau melangkah sejauh itu. Itu berfaedah imbal hasil obligasi kemungkinan bakal tetap rendah sementara pasar saham mungkin sekali lagi mengecewakan investor.

Dengan begitu, pada tahun 2024, saham dan obligasi China dinilai sama-sama mengalami tahun nan baik. Namun, perihal itu menjadi taruhan untuk tahun ini dan untuk waktu nan lama di masa mendatang, selain Beijing bertindak tegas.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Nilai Yen Anjlok, Jumlah Turis Jepang Sentuh Rekor Tertinggi

Next Article Usai Anjlok Kemarin, IHSG Sesi I Menguat ke Level 7.137

Selengkapnya