Menteri Yusril: Putusan Mk Hapus Presidential Threshold Final

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Menteri Koordinator bagian Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan menghapus persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

MK menyatakan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan konstitusi.

"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir nan berkarakter final dan mengikat (final and binding)," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Jumat (3/1).

Ia menegaskan semua pihak termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tanpa dapat melakukan upaya norma apa pun. Pemerintah, kata dia, menyadari permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengetesan terakhir dikabulkan.

Pemerintah, lanjut Yusril, memandang ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu dibanding putusan-putusan sebelumnya.

"Namun, apa pun juga pertimbangan norma MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi alias aktivis," ucap Yusril.

"MK berkuasa menguji norma Undang-undang dan berkuasa pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat," sambungnya.

Yusril mengatakan setelah ada tiga putusan MK nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 nan membatalkan keberadaan periode pemisah pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden, pemerintah bakal membahas implikasinya terhadap pengaturan penyelenggaraan Pilpres tahun 2029.

"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu bakal menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ucap Yusril.

"Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu dan masyarakat tentu bakal dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya," pungkasnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan seluruh permohonan nan diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, ialah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna.

MK menilai Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat. Pasal itu dinilai melanggar kewenangan politik dan kedaulatan rakyat serta melanggar moralitas.

Dengan putusan tersebut, setiap partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu mendatang berkuasa mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa periode pemisah lagi.

Guna mencegah menjamurnya pasangan calon, MK merekomendasikan lima poin nan termuat dalam rekayasa konstitusional alias constitutional engineering.

(ryn/wis)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya