ARTICLE AD BOX
Jakarta, pendapatsaya.com - Pada awal tahun 2024 lalu, tidak sedikit tenaga kerja nan menerima penghasilan tidak sebesar biasanya. Jumlahnya beragam, ada nan dipotong Rp100 ribu, Rp200 ribu apalagi Rp500 ribu.
Situasi tersebut terjadi lantaran pemerintah menerapkan metode tarif efektif rata-rata (TER). Di mana semestinya pada bulan depan, kelebihan pajak nan dibayarkan bakal kembali ke rekening wajib pajak alias karyawan.
Begini penjelasannya!
TER merupakan format baru penghitungan pemungutan dan pemotongan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan alias PPh 21 nan bertindak per 1 Januari 2024. Kebijakan ini dituangkan dalam patokan baru mengenai Tarif Efektif Pemotongan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, nan tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, alias Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023).
Melalui ketentuan di atas, maka pemerintah menetapkan penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode TER nan terbagi menjadi dua kategori, ialah tarif efektif bulanan untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dalam satu tahun, serta tarif efektif harian.
Dengan metode baru itu, rumus penghitungan PPh Pasal 21 bulanan dari Januari-November menjadi hanya penghasilan bruto sebulan dikalikan dengan tarif efektif bulanan. Baru kemudian pada Desember alias masa pajak terakhir, rumusnya kembali normal, seperti sebelumnya.
Dengan hitungan TER ini, maka bakal ada kondisi bahwa PPh Pasal 21 terutang pekerja alias pegawai pada Desember lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang bulanan sebelum berlakunya TER. Namun, kondisi sebaliknya bisa terjadi, ialah PPh Pasal 21 terutang Desember lebih mini daripada PPh Pasal 21 terutang bulanan sebelum berlakunya TER.
Lantas gimana jika terjadi selisih pembayaran PPh alias kelebihan pemotongan PPh?
Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, mengungkapkan bahwa dalam perihal jumlah PPh Pasal 21 nan telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dalam Tahun Pajak nan berkepentingan lebih besar dari PPh 21 nan terutang selama 1 Tahun Pajak alias bagian Tahun Pajak, kelebihan PPh Pasal 21 nan telah dipotong wajib dikembalikan oleh Pemotong Pajak kepada Pegawai Tetap dan Pensiunan nan berkepentingan beserta dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.
Ini sesuai dengan pasal 21 PMK-168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, alias Kegiatan Orang Pribadi.
"(Harus dikembalikan) Paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir. Artinya, jika pada Desember 2024 pegawai tersebut tetap bekerja dan terdapat kelebihan pemotongan maka atas kelebihan pemotongan tersebut kudu dikembalikan paling lambat pada 31 Januari 2025," tegas Dwi kepada pendapatsaya.com, dikutip Sabtu (41/1/2025).
Adapun, besaran nan dikembalikan PPh-nya sesuai dengan besaran jumlah kelebihan pembayaran PPh 21 nan telah dipotong oleh pemberi kerja (pemotong PPh 21) nan tercantum dalam bukti potongnya. Jika tidak ada pengembalian dari perusahaan alias pemberi kerja, Dwi mengatakan berasas Pasal 22 PMK-168 Tahun 2023, penerima penghasilan mempunyai kewenangan untuk menerima bukti pemotongan dan menerima pengembalian kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 nan telah dipotong.
"Artinya, pemotong pajak (pemberi kerja) wajib mengembalikan kelebihan pemotongan tersebut ke penerima penghasilan (pegawai)," tegasnya.
Simulasi TER
Untuk memahami lebih langsung metode TER ini, berikut simulasinya untuk pegawai dengan penghasilan Rp 10 juta:
- Retto merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Retto menerima penghasilan sebesar Rp10.000.000,00 per bulan.
- Dengan sistem pemotongan PPh terdahulu, maka perhitungannya sebagai berikut:
Dengan penghasilan Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 nan menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun menjadi 12 x Rp9.500.000,00 sehingga totalnya menjadi Rp114.000.000.
- Dengan memperhitungkan status Retto
PTKP setahun Retto nan masuk kategori kawin tanpa tanggungan alias dengan simbol tabel K/0 maka besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000.
Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250.
- Perhitungan tarif efektif alias TER menjadi sebagai berikut:
Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:
- Januari - November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bln
- Desember : Rp2.775.000 - (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00/bln
Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00.
(tps/wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Fitur Unggulan Bank Pelat Merah Permudah Gen Z Punya Rumah
Next Article Cerita ART Nekat Pakai Gaji Buat Beli Saham, Tak Diduga Malah...