ARTICLE AD BOX
Jakarta, pendapatsaya.com --
Sebanyak delapan alias seluruh fraksi di DPR telah angkat bunyi merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan memerintahkan pemisahan pemilu lokal dan pemilu nasional.
Keputusan itu tertuang lewat perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 nan diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6).
Lewat putusan itu, MK meminta agar pemilu wilayah alias lokal digelar setelah pemilu nasional minimal 2 tahun alias maksimal 2,5 tahun. Pemilu nasional meliputi, pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, dan pemilihan DPD.
Sedangkan pemilihan lokal alias wilayah meliputi kepala wilayah gubernur dan bupati wali kota, serta DPRD.
Sejumlah personil maupun ketua fraksi telah angkat bunyi merespons putusan MK. Sebagian bersikap tegas menolak, sisanya memberi sinyal support terhadap putusan tersebut.
PDIP Ingatkan pemilu digelar 5 tahun sekali
Fraksi PDIP lewat Ketua DPR RI, Puan Maharani mengingatkan bahwa UUD telah mengatur penyelenggaraan pemilu digelar sekali dalam lima tahun. Oleh lantaran itu, kata Puan, putusan MK perlu dilihat secara seksama.
"Memang UUD kan sebenarnya kan pemilu itu 5 tahun sekali. Digelar alias dilaksanakan 5 tahun sekali. Makanya memang ini perlu dicermati oleh semua partai politik. Imbas alias pengaruh dari keputusan MK tersebut," kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7).
Puan menegaskan sikap fraksinya bakal disampaikan dalam rapat antar fraksi-fraksi lain. Namun, dia belum mengungkap kapan rapat tersebut bakal digelar.
"Tentu saja sikap dari partainya sendiri menjadi satu perihal nan menjadi bunyi dari kami partai politik untuk menyuarakan dari DPR," ujarnya.
Golkar tetap mengkaji
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar Adies Kadir mengatakan fraksinya tetap mengkaji putusan MK soal pemisahan pemilu lokal dan nasional. Menurut dia, putusan MK tetap menuai perdebatan merujuk pada UUD.
Sebagian pihak, kata dia, menilai putusan MK bertentangan dengan Pasal 22E UUD '45. Selain menyangkut konstitusionalitas, putusan itu juga berakibat pada implementasinya.
"Jadi jika Partai Golkar kita tetap mencermati, mempelajari sejauh apa. Kemudian juga implikasinya andaikan putusan ini dilaksanakan," kata Adies di Kompleks Parlemen, Selasa (1/7).
Gerindra sentil putusan MK berbeda
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pihaknya tetap mengkaji putusan MK. Dia mengaku menghormati sikap masing-masing partai politik terhadap putusan tersebut.
Dasco mengatakan putusan MK memang berkarakter final dan mengikat. Akan tetapi, kata dia, MK juga beberapa kali mengeluarkan putusan berbeda dari uji undang-undang nan sama.
"Sehingga keputusan nan final dan mengikat kemudian diuji final dan mengikat lagi, diuji lagi final dan mengikat dalam undang-undang nan sama," tutur Dasco.
"Ini kita kudu kemudian kaji, dan sehingga kemudian nan final dan mengikat beberapa ini kita bakal kaji," imbuhnya.
NasDem tolak tegas
Fraksi NasDem lewat majelis pengurus pusat (DPP) telah menolak tegas putusan MK mengenai pemisahan pemilu. NasDem menilai putusan itu inkonstitusional.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat menyebut pemisahan pemilu presiden, DPR, DPD, kepala wilayah dan DPRD lewat putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah melanggar UUD 1945.
Rerie nan juga merupakan Wakil Ketua MPR mengatakan perihal itu bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 nan menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.
"Oleh karenanya Putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional," ujarnya dalam konvensi pers di NasDem Tower, Senin (30/6).
PKB usul kepala wilayah dipilih DPRD
Fraksi PKB di DPR belum menyampaikan sikap tegas soal putusan MK. Namun, mereka menyindir MK terlalu ikut kombinasi pada urusan legislasi nan mestinya menjadi ranah DPR dan pemerintah.
Ketua Fraksi PKB di DPR, Jazilul Fawaid menilai putusan MK juga berpotensi pada perpanjangan kepala wilayah dan DPRD.
"Berapa rumitnya ketika di sana ada masa transisi untuk personil DPRD. Ini gimana jika diganti pejabat sementara, kan tidak mungkin. Bisa bertentangan dengan UUD '45," kata dia, Jumat (4/7).
Meski begitu, Jazilul mengusulkan pemilihan kepala wilayah baik gubernur maupun kabupaten kota dipilih lewat DPRD lewat revisi UU Pemilu alias RUU Politik Omnibus Law nan sekarang tengah diwacanakan DPR.
Jazilul menilai pemilihan kepala wilayah lebih memenuhi pertimbangan MK mengenai efisiensi dan efektifitas pemilu. Menurut dia, UUD selama ini tak mengatur pemilihan kepala daerah. UUD, ujar dia, hanya mengatur pemilu lima tahun sekali untuk presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD tingkat dua.
"Lebih irit lagi jika pilkadanya oleh personil DPRD tingkat dua. Anggota DPRD tingkat dua sebagai representasi sebagai orang nan diberi mandat oleh rakyatnya di tingkat dua, dan itu lebih mudah," kata Jazilul.
PKS tetap mengkaji
Fraksi PKS lewat Sekjen Partai, Muhammad Kholid mengaku tetap mengkaji putusan MK mengenai pemisahan pemilu lokal dan nasional. Kholid mengaku tak mau terburu-buru.
"Nanti fraksi bakal menyampaikan sikat tersebut ya. Kita sedang mengkajinya," kata Kholid, Selasa (1/7).
Sinyal support Demokrat
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat, Dede Yusuf mengaku sempat mengusulkan agar pemilu nasional dan wilayah diberi jarak antara 2 sampai 2,5 tahun.
Oleh lantaran itu, Dede menilai putusan MK sesuai usulan pihaknya nan sering disampaikan dalam rapat Komisi II DPR.
"Saya sendiri juga pernah mengusulkan sebaiknya lebih dari 1,5 tahun jadi antara 2-2,5 tahun. Dan ini mungkin ya sesuai dengan apa nan disampaikan hasil keputusan MK," kata Dede.
Namun, kata dia, ada sejumlah perihal nan perlu dikaji mendalam. Terutama, mengenai potensi perpanjangan masa kedudukan kepala wilayah dan personil DPRD.
"Artinya nan kudu menjadi rumor pertama adalah kemungkinan besar DPRD itu bakal bertambah masa kedudukan sekitar 2 tahun. Kalau kita berbincang pastinya adalah 2 tahun," ujar dia.
PAN tetap pelajari
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno mengatakan pihaknya tetap mengkaji putusan tersebut. Namun, dia menyoroti akibat putusan MK terhadap perpanjangan masa kedudukan DPRD dan kepala daerah.
"Nah, konsekuensinya, masa kedudukan personil DPRD provinsi kabupaten alias kota termasuk pejabat daerah, gubernur, wali kota, dan bupati bakal bertambah dua tahun," kata dia.
Namun, Eddy menyindir putusan MK lantaran di luar kewenangannya. Menurut dia, MK mestinya tak boleh mengeluarkan produk hukum, selain memastikan suatu patokan tidak bertentangan dengan UUD.
"Nah, ini dalam putusan kemarin ini MK justru membikin ketentuan norma baru dengan mendetailkan bahwa penyelenggaraan kudu dilaksanakan antara dua alias dua separuh tahun dari pemilu nasional," katanya.
(thr/wis)
[Gambas:Video CNN]