Bunyi Aturan Syarat Jadi Capres Yang Dicap Mk Inkonstitusional

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com --

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan konstitusi.

MK menilai ketentuan dalam Pasal a quo melanggar kewenangan politik dan kedaulatan rakyat serta melanggar moralitas.

Berikut bunyi Pasal 222 UU Pemilu:

"Pasangan calon diusulkan oleh partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu nan memenuhi persyaratan perolehan bangku paling sedikit 20 persen dari jumlah bangku DPR alias memperoleh 25 persen dari bunyi sah secara nasional pada pemilu personil DPR sebelumnya."

MK mengabulkan seluruh permohonan nan diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, ialah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna.

Para pemohon mendalilkan prinsip one man one vote one value tersimpangi oleh presidential threshold. Hal itu menimbulkan penyimpangan pada prinsip one value lantaran nilai bunyi tidak selalu mempunyai berat nan sama.

Idealnya, menurut para pemohon, nilai bunyi semestinya mengikuti periode pemilihan nan bersangkutan. Namun, dalam kasus presidential threshold, nilai bunyi digunakan untuk dua periode pemilihan nan dapat mengarah pada distorsi representasi dalam sistem demokrasi.

Oleh lantaran itu, perihal itu menunjukkan ketidakseimbangan alias penyimpangan pada prinsip asas periodik.

Pertimbangan hukum

Sementara itu, menurut MK, Pasal 222 UU Pemilu tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam norma dan pemerintahan, kewenangan memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian norma nan setara sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

"Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil para pemohon adalah berdasar menurut norma untuk seluruhnya," ucap MK.

Terdapat dua pengadil konstitusi nan mempunyai perbedaan pendapat alias dissenting opinion ialah Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden nan selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Menurut MK, perihal tersebut berakibat pada terbatasnya kewenangan konstitusional pemilih untuk mendapatkan pengganti nan memadai mengenai pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, MK menilai dengan terus mempertahankan presidential threshold dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat dua pasangan calon.

Padahal, kata MK, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi nan sekiranya tidak diantisipasi menakut-nakuti kebhinekaan Indonesia andaikan penyelenggaraan pemilihan langsung menunjukkan hanya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Bahkan, jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, lanjut MK, tidak menutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden bakal terjebak dengan calon tunggal.

Kecenderungan demikian paling tidak dapat dilihat dalam kejadian pemilihan kepala wilayah nan dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal alias pemilihan dengan kotak kosong.

Atas argumen itu, menurut MK, membiarkan alias mempertahankan presidential threshold sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu berkesempatan alias berpotensi terhalangnya penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Jika perihal itu terjadi, makna asasi dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bakal lenyap alias setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan nan hendak dicapai dari perubahan konstitusi, ialah menyempurnakan patokan dasar mengenai agunan penyelenggaraan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi," ucap pengadil konstitusi Saldi Isra.

(ryn/gil)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya