Bursa Hong Kong Bisa Salip As, Total Ipo Capai Rp 226,68 Triliun

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, pendapatsaya.com - Pasar modal mencatatkan rekor penggalangan biaya semester pertama terbaik sejak 2021. Bahkan, pasar Initial Public Offering (IPO) Hong Kong disebut bisa mengalahkan Amerika Serikat (AS) dalam waktu dekat.

Data Dealogic menunjukkan bahwa volume pencatatan saham baru di Bursa Efek Hong Kong (HKEX) melonjak delapan kali lipat menjadi US$14 miliar alias sekitar Rp226.68 triliun pada paruh pertama 2025, dari hanya US$1,8 miliar di periode nan sama tahun lalu. Angka itu belum termasuk pencatatan oleh perusahaan akuisisi bermaksud unik (SPAC).

Dengan capaian tersebut, Hong Kong berada di jalur untuk menjadi destinasi pencatatan saham terbesar dunia, melampaui Nasdaq dan Bursa Efek New York. PwC memproyeksikan ada hingga 100 IPO di Hong Kong tahun ini, dengan total biaya terkumpul melampaui US$25,5 miliar.

Kebangkitan ini terjadi setelah bertahun-tahun pasar IPO Hong Kong lesu akibat sentimen akibat pascapandemi dan pertumbuhan ekonomi nan tertatih-tatih. Pada semester pertama 2025, terdapat 43 pencatatan baru dengan biaya terkumpul US$13,6 miliar, lebih tinggi dari total tahun 2024.

Sebagai perbandingan, sepanjang 2023 hanya terdapat 73 pencatatan di HKEX dengan biaya US$5,9 miliar, menurut info bursa. Tren ini menunjukkan pemulihan signifikan dalam waktu singkat.

Menurut Steven Sun, Kepala Strategi Ekuitas China di HSBC, minat baru ini dipicu kombinasi faktor, termasuk support izin dari Beijing, lambatnya pencatatan saham A di daratan, melimpahnya likuiditas pasar, dan kekhawatiran delisting dari bursa AS. Banyak perusahaan China sekarang memilih menggalang biaya di Hong Kong melalui skema pencatatan dobel A-to-H.

"Boom IPO di Hong Kong jelas dipicu oleh perusahaan nan mencatatkan saham A lampau saham H," kata Sun, dikutip dari CNBC.com.

Ia menambahkan, biaya hasil IPO digunakan untuk mendukung strategi globalisasi perusahaan, lantaran dolar Hong Kong lebih likuid di pasar dunia dibanding yuan.

Kebijakan Beijing turut berkedudukan mendorong optimisme. Lonjakan nilai saham China pada September lampau lantaran angan stimulus ekonomi memperkuat narasi positif pasar.

Awal tahun ini, peluncuran model AI canggih dari DeepSeek turut memicu reli saham teknologi China dan menarik minat penanammodal dunia terhadap sektor inovasi. Menurut Eugene Hsiao dari Macquarie, valuasi pasar sekarang telah kembali ke rata-rata historis, memberi landasan kuat bagi perusahaan nan mau IPO.

Hingga Rabu lalu, indeks Hang Seng telah melonjak 21% sepanjang 2025, menjadi salah satu indeks dengan keahlian terbaik secara global. Harapan bakal stimulus fiskal tambahan dari pemerintah China untuk melindungi ekonomi juga menambah rasa percaya pelaku pasar.

Presiden Xi Jinping apalagi menyampaikan langsung kepada para pemimpin upaya bahwa sektor swasta dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Persetujuan pemerintah terhadap pencatatan luar negeri pun membuka keran permintaan nan selama ini tertahan.

Lorraine Tan dari Morningstar menyebut bahwa perusahaan-perusahaan konsumer unggulan nan lebih tahan dari akibat geopolitik sekarang memimpin gelombang IPO. Sementara itu, otoritas sekuritas China mempercepat proses pencatatan luar negeri, dan regulator Hong Kong membuka jalur sigap "Technology Enterprises Channel" untuk sektor teknologi dan biotek.

"Dorongan kebijakan bagi perusahaan unggulan untuk IPO di Hong Kong memberi suntikan daya nan sangat dibutuhkan," ujar Perris Lee, Kepala Pasar Modal Ekuitas di Dealogic.

Likuiditas dari penanammodal daratan juga menjadi mesin pendorong reli pasar Hong Kong. Mereka memburu saham-saham nan terlibat dalam gelombang IPO dan terinspirasi oleh gebrakan DeepSeek di bagian AI.

Net inflow dari jalur Stock Connect mencapai rekor tertinggi pada kuartal II 2025 sejak program itu diluncurkan pada 2014, menurut Wind Information. Sementara itu, indeks CSI 300 di China nyaris stagnan, hanya naik 0,2% sejak awal tahun.

Kondisi itu mendorong penanammodal lokal mengalihkan biaya ke saham-saham di Hong Kong, hingga aliran biaya dari jalur selatan menyumbang nyaris separuh dari total transaksi harian. Hal ini mendukung likuiditas dan permintaan terhadap saham-saham baru.

Lonjakan minat juga terlihat dari perusahaan besar seperti Contemporary Amperex Technology nan telah terdaftar di Shenzhen dan meraih biaya lebih dari US$5 miliar dari pencatatan sekunder di Hong Kong. Ini menjadi penawaran saham sekunder terbesar di bumi sejauh ini pada 2025.

Dari lebih dari 200 perusahaan nan mengusulkan IPO ke HKEX, lebih dari 40 di antaranya sudah tercatat di bursa daratan, berasas info Wind. Di antara nama-nama ternama nan mencatatkan IPO perdana di Hong Kong tahun ini adalah Mixue Group, Guming Holding, dan Caocao Inc.

Menurut Hsiao, kemauan menggalang biaya dalam mata duit HKD mencerminkan strategi ekspansi dunia perusahaan. Dorongan dari Beijing agar perusahaan memperluas operasi di luar negeri menjadi pendorong utama tren ini.

Wei Li dari BNP Paribas menambahkan bahwa pasar Hong Kong lebih "inklusif" terhadap sektor-sektor baru seperti AI, daya terbarukan, konsumsi digital, dan biotek. Hal ini sesuai dengan kebutuhan perusahaan-perusahaan daratan nan mau tetap relevan dan tumbuh di tengah ketegangan dengan AS.

Tingginya ketegangan AS-China membikin banyak perusahaan China menjadikan Hong Kong sebagai tempat IPO utama mereka.

"Pencatatan sekunder adalah corak perlindungan ekstra jika terjadi delisting di AS," kata Lee, seraya menambahkan bahwa banyak perusahaan sekarang menyiapkan rencana persediaan berbareng penasihat finansial mereka.


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wall Street Dibuka Menguat Meski Laporan Perusahaan Beragam

Selengkapnya