Gempar Indonesia Sikapi Kasus Di Cidahu: Perbedaan Bukan Ancaman, Tetapi Kekayaan Bangsa Ini

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

pendapatsaya.com, Jakarta Aksi intoleransi kembali mencuat di Sukabumi, Jawa Barat. Sebuah aktivitas ibadah nan diikuti oleh jemaat Kristen di area Cidahu diduga dibubarkan secara paksa oleh sekelompok massa, pada Kamis (27/6/2025).

Generasi Muda Pembaharu Indonesia (Gempar Indonesia) menyayangkan perihal tersebut terjadi. Pihaknya pun mengingatkan, bahwa perbedaan itu bukanlah sebuah ancaman.

"Kami percaya bahwa perbedaan bukan ancaman, tetapi kekayaan bangsa ini. Tugas kita berbareng adalah memastikan bahwa semua warga, tanpa kecuali, merasa kondusif dan merdeka dalam menjalankan keyakinannya," kata Sekretaris Jenderal Gempar Indonesia, Petrus Sihombing dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).

Pihaknya nan sudah menemui sejumlah korban tersebut, membuka ruang untuk melakukan pendampingan norma bagi bagi family nan merasa hak-haknya dilanggar.

"Upaya pemulihan korban dan penegakan norma kudu melangkah seiring, guna menjaga keutuhan sosial serta memperkuat toleransi antarumat berakidah di Indonesia. Dan jika para korban memerlukan pendampingan, kami bakal mendampingi sampai tuntas," jelas dia.

Negara Harus Hadir

Sementara, Ketua Umum DPP Gempar Indonesia Yohanes Sirait mengingatkan, negara tidak boleh tunduk kepada tekanan intoleransi.

"Konstitusi Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap orang untuk memeluk kepercayaan dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," jelas dia.

Yohanes menyatakan, sebagai corak tanggung jawab moral dan solidaritas sosial, pihaknya bakal memberikan pendampingan psikologis dan spiritual bagi remaja nan mengalami trauma akibat kejadian tersebut.

"Aspek ini nan sangat krusial untuk disembuhkan, jika tidak bakal mempengaruhi masa depan mereka," pungkasnya.

Diprotes

Sebelumnya, Ketua RT 04, Hendra, di Kampung Tangkil, RT 004/RW 001, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi membenarkan adanya tindakan protes ini. Ia menjelaskan bahwa penduduk merasa resah lantaran rumah tersebut telah beberapa kali digunakan untuk kegiatan keagamaan, termasuk misa nan dihadiri oleh puluhan orang. 

"Rumah ini sudah tiga kali digunakan untuk misa. Pernah suatu waktu ada 23 mobil dan satu bus datang. Kami sudah pernah menegur dan menolak agar tempat ini tidak dijadikan sarana peribadatan," jelas Hendra dikonfirmasi pada Minggu (29/6/2025). 

Kepala Desa Tangkil, Ijang Sehabudin, menyatakan bahwa pemerintah desa sebenarnya telah melakukan upaya mediasi sejak jauh hari. Menurut Ijang, rumah tersebut secara legal hanya berizin sebagai rumah tinggal alias rumah singgah, bukan untuk aktivitas keagamaan. 

"Legalitas tempat ini hanya untuk rumah singgah alias tempat tinggal. Tapi kenyataannya digunakan untuk ibadah. Masyarakat akhirnya bergerak sendiri lantaran merasa tidak dihargai," ujarnya.

Beri Klarifikasi

Pihak rumah singgah nan berlokasi di Desa Tangkil, Kabupaten Sukabumi, memberikan penjelasan mengenai dugaan penggunaan fasilitasnya sebagai tempat ibadah tak berizin. Yongki Dien (56), penjaga sekaligus penanggung jawab rumah singgah, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar.

Lantas, dia menjelaskan kronologi kejadian nan terjadi pada Jumat (27/6/2025) lampau itu. 

Yongki Dien, nan telah tinggal di rumah singgah tersebut selama 4 tahun dan merupakan penduduk original Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi, menjelaskan bahwa dia berada di bagian belakang rumah saat kejadian terjadi sekitar pukul 13.30 WIB.

"Ada beberapa orang masuk ke dalam sini, hanya aktivitas badan semua enggak pakai perangkat nan balikin ini. Tapi semua saya enggak kenal, nan saya kenal hanya Pak RT, Ketua Badan Kesejahteraan Masjid, sama Karang Taruna," ungkap Yongki.

Saat kejadian rumah dirusak, Yongki menambahkan bahwa dia diamankan keluar dari letak kejadian sekitar 15 menit dan dikawal oleh RT, penduduk sekitar, dan tetangga.  

"Saya di sini sudah empat tahun, saya penduduk di sini juga Desa Tangkil, penduduk KTP sini. Kalau ini tetap rumah tinggal saya sama Ibu juga, ini tetap rumah tinggal,” tegasnya. 

Menanggapi pertanyaan mengenai kegunaan rumah singgah untuk kegiatan keagamaan, dia dengan tegas membantah mengenai aktivitas keagamaan rutin. Melainkan aktivitas family besar pemilik rumah nan biasa dilakukan di rumah singgah itu. 

"Enggak, ini hanya tempat Ibu aja istirahat. Cuma memang kadang-kadang tamu Ibu, keluarganya kan family besar, kadang suka menginap sini. Jadi nggak ada nan istilah untuk aktivitas keagamaan besar,” tegasnya. 

“Paling juga ada sewaktu libur, istilahnya nggak ada agenda tetap. Kalau pas libur datang, tapi hanya jika ada aktivitas keluarga, angan makan langsung arisan, sudah selesai, nggak ada lagi," tambah dia. 

Mengenai aktivitas nan berjalan pada Jumat pagi, Yongki menjelaskan bahwa dia telah berkoordinasi dan melaporkan setiap aktivitas kepada RT setempat. 

Yongki menambahkan bahwa aktivitas tersebut adalah retret untuk anak-anak berumur 10-14 tahun didampingi orang dewasa nan berkarakter pembinaan mental dan diisi dengan permainan.

Selengkapnya