ARTICLE AD BOX
pendapatsaya.com, Jakarta - Sosok 'Raja kecil' nan diungkap Presiden Prabowo Subianto mengenai penentangan kebijakan efisiensi anggaran terus bergulir.
"Presiden aja harusnya tidak, apa namanya, langsung sebut saja jika menurut saya raja mini itu," ujar Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, (11/2/2025).
Deddy berpendapat, jika enggan menyebut nama, Prabowo setidaknya bisa menjelaskan tindakan 'raja kecil' tersebut.
"Enggak usah pun nama orang, tapi kira-kira tindakannya apa, implikasinya apa, kenapa perlu Presiden kudu secara publik menyampaikan itu. Kan harusnya problem begitu diselesaikan, bukan disampaikan ke publik, kan seperti itu jika saya sih," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam pidatonya di Kongres XVIII Muslimat NU di Jatim Expo, Surabaya, Senin (10/2/2025), Prabowo mengungkapkan alasannya menerapkan efisiensi anggaran di kementerian, lembaga, dan daerah. Ia menyebut adanya pihak-pihak nan melawan kebijakannya dengan dalih 'raja kecil'.
"Saya melakukan penghematan, saya mau pengeluaran-pengeluaran nan tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran nan mubazir, pengeluaran-pengeluaran nan argumen untuk nyolong, saya mau dihentikan, dibersihkan. Ada nan melawan saya, ada. Dalam birokrasi merasa sudah kebal hukum, merasa sudah menjadi 'raja kecil', ada. Saya mau menghemat uang, duit itu untuk rakyat, untuk memberi makan untuk anak-anak rakyat," tegas Prabowo.
PDIP Tak Banyak Protes soal Efisiensi Anggaran di DPR, Sudah Luluh dengan Prabowo?
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus mendorong efisiensi anggaran di sejumlah kementerian dan Lembaga. Namun, perihal ini menuai pro dan kontra.
Meski demikian, tak ada bunyi nyaring dari PDI Perjuangan (PDIP) di parlemen. Alih-alih, terkesan justru seperti sudah berkoalisi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya soal efisiensi anggaran ini.
Terkait perihal tersebut, Anggota Banggar DPR RI sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit angkat suara. Dia menyatakan efisiensi bukan soal pro ke pemerintah alias pun tidak lagi di barisan oposisi. Namun gimana partainya menjalani Undang-Undang Keuangan Negara.
"Efisiensi dan efektivitas anggaran merupakan norma dalam pengelolaan finansial negara, diatur dalam UU Keuangan Negara. Jadi merupakan petunjuk Undang-Undang (UU) dan melaksanakan petunjuk UU adalah tanggungjawab semua pihak," jelas dia melalui pesan singkat diterima, Selasa (11/2/2025).
"Oleh lantaran itu perlu penajaman efisiensi lebih lanjut dan pemerintah nan bakal mempertajam perihal itu," imbuhnya.
Menurut Dolfie, anggaran shopping negara adalah langkah gimana pemerintah bergerak untuk memberi pelayanan kepada publik, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan membangun ekonomi nasional.
Maka dari itu, jika saat ini dilakukan efisiensi, maka diharapkan alokasinya kudu tepat sasaran.
"Efisiensi anggaran ditujukan untuk membikin langkah kerja APBN lebih tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat langkah kerja lantaran APBN merupakan instrumen untuk menyelenggarakan pemerintahan negara nan bermaksud untuk memberikan pelayanan," kata dia.
Dalam Rangka Optimalkan Keuangan Negara
Dolfie melanjutkan, penyusunan APBN sejatinya disusun berasas pada keahlian finansial negara. Artinya, saat diperlukan efisiensi maka anggaran nan dipangkas bakal teralokasi ke dalam perihal nan lebih positif.
"Oleh hal-hal tersebut, maka efisiensi anggaran dalam rangka mengoptimalkan keahlian finansial negara tentu merupakan perihal positif," percaya dia.
Namun saat ditanya gimana saat efisiensi tersebut justru memangkas anggaran aktivitas operasional dan lebih parahnya lagi pemutusan hubungan kerja (PHK), Dolfie mengaku tidak sepakat. Sebab sejatinya, efisiensi anggaran tidak boleh diarahkan kepada perihal nan berpengaruh pada pelayanan masyarakat dan kesejahteraan.
"Seharusnya Efisiensi diarahkan pada shopping nan tidak mempengaruhi pelayanan umum dan upaya kesejahteraan rakyat," tegas dia.
Punya Efek Domino
Sementara Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, Ihsan Ro'is, menilai kebijakan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi pada 2025.
"Penghematan nan dilakukan membikin duit nan beredar di masyarakat semakin sedikit. Jika jumlah duit beredar kecil, maka proyek-proyek pembangunan bisa terhambat, dan ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi," ujar Ihsan seperti dikutip dari Antara.
Berdasarkan info Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia sepanjang 2024 hanya tumbuh sebesar 5,03 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2023 nan mencapai 5,05 persen.
Ihsan menyoroti bahwa akibat efisiensi anggaran bakal sangat terasa di wilayah nan berjuntai pada sektor Meeting, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE). Nusa Tenggara Barat, misalnya, menjadi salah satu tujuan utama aktivitas MICE dari beragam kementerian dan lembaga. Jika anggaran dipangkas, jumlah kunjungan ke hotel, restoran, dan lokasi wisata bisa menurun drastis.
"Ada wilayah nan rentan dan ada nan lebih kuat menghadapi pemangkasan ini. Kita kudu memandang dampaknya dengan bijaksana," kata Ihsan.
Secara nasional, ketergantungan wilayah terhadap biaya transfer pemerintah pusat tetap sangat tinggi, terutama bagi wilayah timur Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025, anggaran transfer ke wilayah bakal dipangkas sebesar Rp50,59 triliun.
Lebih lanjut, Ihsan mengakui bahwa efisiensi anggaran sebenarnya dapat memperkuat kondisi fiskal negara, nan saat ini memerlukan biaya besar untuk beragam proyek pembangunan. Namun, dia mengingatkan bahwa pengaruh domino dari kebijakan ini kudu diperhitungkan secara serius.
"Di satu sisi, kebijakan ini memang bagus lantaran bisa memperkuat finansial negara ke depan. Tetapi, akibat negatif terhadap wilayah juga kudu diperhatikan. Belanja pemerintah tetap menjadi aspek dominan dalam mendongkrak perekonomian daerah," pungkasnya.
Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka