ARTICLE AD BOX
Serangan Israel ke Yaman pada Kamis, 26 Desember, menjadi sorotan di berbagai media internasional. Serangan tersebut disebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah konflik kedua negara yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Target utama Israel dalam serangan ini meliputi fasilitas militer, bandara internasional di ibu kota Sana'a, serta pembangkit listrik yang berada di bawah kendali kelompok Houthi.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, berada di lokasi saat serangan terjadi dan nyaris menjadi korban. Melalui unggahan di media sosial X, Tedros menyatakan bahwa ia hanya beberapa meter dari lokasi hantaman rudal Israel di Bandara Internasional Sana'a. Meskipun salah satu anggota awak pesawatnya terluka, Tedros memastikan dirinya dalam kondisi aman.
"Saat kami hendak menaiki pesawat dari Sana'a, sekitar dua jam lalu, bandara dibombardir dari udara," tulis Tedros dalam unggahannya.
Apakah ini tanda perubahan fokus Israel?
Pakar Timur Tengah dari Universitas Padjadjaran, Dina Yulianti Sulaeman, menilai serangan ini menandakan kemungkinan perubahan fokus strategi Israel dari Lebanon ke Yaman. Dina menjelaskan bahwa setelah tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah di Lebanon, Israel memiliki ruang lebih untuk mengalihkan serangan ke Yaman, yang dianggap sebagai ancaman baru.
"Israel memanfaatkan situasi ini untuk menyerang Yaman, dengan tujuan menghentikan perlawanan mereka," kata Dina. Ia menambahkan bahwa langkah ini juga merupakan upaya Israel membalas dukungan Yaman terhadap milisi Hamas di Palestina.
Senada dengan Dina, Thomas Juneau, pakar Timur Tengah dari Ottawa University, mengatakan serangan ini bertujuan melumpuhkan kekuatan militer Houthi yang kerap membantu Iran, Hamas, dan Hizbullah. Menurutnya, Israel ingin memberikan sinyal bahwa mereka mampu memberikan kerusakan besar pada Houthi, lebih besar dari apa yang bisa dilakukan Houthi terhadap Israel.
"Israel menilai Houthi sebagai sekutu penting Iran dalam poros perlawanan, terutama setelah melemahnya Hamas dan ketidakstabilan Hizbullah," ujar Juneau.
Potensi Eskalasi Konflik
Mengenai dampak serangan ini terhadap stabilitas Timur Tengah, Dina memandang eskalasi konflik kemungkinan kecil terjadi. Ia menilai negara-negara Arab lainnya cenderung tidak terlibat karena sibuk dengan konflik internal mereka sendiri, seperti yang terjadi di Suriah dan Iran.
"Saat ini, konflik lebih bersifat bilateral antara Israel dan Yaman. Negara-negara Arab lain tampaknya memilih untuk tidak terlibat," jelas Dina.
Namun, Dina juga memperkirakan bahwa Yaman akan merespons serangan ini dengan serangan balasan, sejalan dengan janji mereka untuk terus menyerang Israel hingga gencatan senjata tercapai di Gaza. Meski demikian, waktu pasti serangan balasan tersebut masih belum dapat dipastikan.
"Yaman akan melanjutkan perlawanan mereka terhadap Israel. Targetnya jelas, yakni mengakhiri genosida di Gaza," pungkas Dina.