ARTICLE AD BOX
pendapatsaya.com, Jakarta - Komisi II DPR RI memanggil Menteri ATR/BPN Nusron Wahid untuk membahas persoalan tanah dan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, hari ini, Kamis (30/1/2025).
Anggota Komisi II Fraksi PKB DPR RI Mohammad Toha meminta Nusron menyelesaikan 48 ribu kasus mafia tanah di Indonesia.
Menurutnya, bentrok agraria terjadi lantaran ketimpangan kepemilikan, penguasaan, dan pengelolaan sumber daya agraria. Konflik agraria dapat disebabkan oleh kebijakan pemerintah nan tumpang tindih.
"Konflik agraria juga bisa disebabkan oleh penyalahgunaan tanah dan pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, Konflik agraria dapat disebabkan oleh pelanggaran kewenangan asasi manusia," terang Toha, Kamis (30/1/2025).
Terkait kasus mafia tanah, Toha mengatakan, kasus mafia tanah terjadi lantaran lemahnya pengawasan, penegakan hukum, dan kurangnya transparansi. Selain itu, mafia tanah juga memanfaatkan sikap abai masyarakat terhadap tanah nan mereka miliki.
"Pada 14 November 2024, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, ada 48.000 kasus mafia tanah di Indonesia selama ini. 79 persen nan sudah diselesaikan," ungkapnya.
Toha mengatakan, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid kudu dapat menjelaskan dari tahun berapa info 48 ribu kasus mafia tanah itu terjadi. Karena berasas laporan pengaduan pemberantasan mafia tanah oleh Kejaksaan Agung dalam periode 2022 sampai 10 November 2023 saja, Kejagung telah menerima 669 laporan pengaduan mengenai dengan mafia tanah.
"79 persen dari 48 ribu berarti 37.920. Artinya, tetap ada 10.080 kasus mafia tanah nan belum diselesaikan. Kapan bakal diselesaikan? Berapa kasus mafia tanah nan sudah Menteri Nusron selesiakan? Apakah jumlah itu termasuk kasus pemagaran laut di Tangerang?. Pemagaran laut tidak boleh terulang lagi, " bebernya.
Selain itu, masalah status tanah belum tersertifikasi di wilayah sengketa perusahaan dengan tanah penduduk (nonsertifikat) juga kudu mendapat perhatianperhatian dari pemerintah.
"Lalu seperti apa nasib tanah ulayat di era Presiden Prabowo dan gimana relasi bentrok dengan masyrakat adat, terutama oleh golongan AMAN (Aliansi Maayarakat Adat Nusantara)," pungkas Toha.
Mahfud MD Desak Kejagung, Polri, hingga KPK Berani Usut Polemik Pagar Laut
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, mengingatkan bahwa tetap ada langkah nan belum ditempuh dalam kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten, ialah proses norma terhadap pihak-pihak nan terlibat.
Ia menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran biasa, melainkan persoalan serius nan jelas merupakan corak perampokan terhadap kekayaan negara.
“Tapi, satu nan belum dan itu sangat penting, ialah sampai saat kita bicara ini, ini belum ada kejelasan proses hukum. Padahal, ini pelanggaran norma luar biasa, perampokan terhadap kekayaan negara, perampokan terhadap sumber daya alam nan dilindungi Undang-Undang (UU),” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD di kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (29/1/2025).
Dia menegaskan, laut tidak boleh dimiliki siapapun pihak-pihak swasta, baik bentuknya perusahaan maupun perorangan, dan hanya boleh dimiliki negara. Sebab, dalam norma nan bertindak di Indonesia tidak pernah ada kewenangan guna laut alias HGB di laut, dan kewenangan guna gedung hanya ada di tanah.
Terlebih, Mahfud menuturkan, sertifikat HGB nan diberikan di atas air itu sudah dibuatkan kavling-kavling nan menandakan memang ada niat jahat. Nantinya, dia menduga, ketika sudah penuh lantaran pengikisan dan tampak menjadi daratan, tanahnya bakal dibagi, diukur per meternya dan jadi reklamasi.
Maka itu, Mahfud mendorong abdi negara penegak hukum, bisa Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, alias Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera mengambil tindakan untuk memproses norma pidananya.
Karena, dia melihat, kasus pagar laut ini sudah jelas norma pidana lantaran sudah ada sertifikat nan dikeluarkan.
Penipuan dan Penggelapan
Mahfud menerangkan, keluarnya sertifikat di atas laut jadi bukti ada penipuan alias penggelapan lantaran laut tidak boleh disertifikatkan, sehingga polisi bisa langsung memproses.
Akan tetapi, dia mengingatkan, dalam kasus ini diduga kuat ada kolusi, permainan dengan pejabat-pejabat mengenai nan pasti melibatkan uang.
“Kenapa bermain dengan pejabat, lantaran bisa ke luar sertifikat resmi, bukan hanya satu, pasti itu kejahatan, jika sudah kejahatan tinggal, jika mau diambil aspek korupsinya lantaran pejabat diduga menerima suap, maka KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri itu bisa melakukan tindakan,” ujar Mahfud.
Terkait siapa abdi negara nan berkuasa bertindak, Mahfud menjelaskan, siapa pun mempunyai kewenangan untuk memproses dan siapa saja nan bertindak lebih dulu tidak dapat diganggu instansi-instansi nan lain. Jadi, lembaga apapun nan berinisiatif bertindak lebih dulu, lembaga nan lain kudu menahan diri sampai selesai.
“Semuanya berwenang, dan tidak usah berebutan, siapa nan sudah tahu lebih dulu alias mengambil langkah lebih dulu itu tidak boleh diganggu oleh dua lembaga lain. Nah, ini saling takut kayaknya, saya heran nih abdi negara kita kok takut pada nan begitu-begitu, sehingga mencurigakan,” kata Mahfud.