ARTICLE AD BOX
Presiden Prabowo Subianto akhirnya memutuskan untuk memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen hanya pada kelompok barang mewah, seperti jet pribadi dan kapal pesiar. Kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa tarif PPN 12 persen tidak akan diterapkan pada barang atau jasa kebutuhan pokok. "Kenaikan tarif PPN hanya dikenakan pada barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat golongan atas," jelasnya di Kantor Kementerian Keuangan pada Selasa (31/12).
Barang dan Jasa yang Terdampak
Menurut Prabowo, barang mewah yang dikenakan tarif PPN 12 persen meliputi jet pribadi, kapal pesiar (yacht), dan hunian sangat mewah seperti rumah, apartemen, atau kondominium dengan harga jual Rp30 miliar atau lebih. Selain itu, kategori lainnya mencakup balon udara, helikopter, senjata api, serta kapal pesiar mewah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani turut menambahkan rincian barang yang dikenakan PPN 12 persen, seperti kelompok peluru senjata api dan kapal udara tertentu yang masuk kategori super mewah.
Bahan Pokok Tetap Bebas PPN
Di sisi lain, Prabowo memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat tetap diberikan pembebasan tarif PPN 0 persen. "Barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti beras, susu, jasa kesehatan, dan pendidikan, tetap diberi fasilitas pembebasan tarif PPN," ungkap Prabowo.
Sri Mulyani juga merinci beberapa barang pokok yang tetap dikenakan tarif PPN 0 persen, di antaranya beras, jagung, kedelai, gula, serta hasil peternakan dan perikanan. Selain itu, jasa yang mendukung kebutuhan masyarakat, seperti jasa angkutan umum, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, juga bebas dari PPN.
Kebijakan ini, menurut para ahli, bertujuan untuk menjaga keadilan pajak dengan membebankan tarif lebih tinggi pada barang mewah yang umumnya dinikmati oleh kalangan mampu, sembari melindungi akses masyarakat umum terhadap kebutuhan pokok.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat menjaga stabilitas penerimaan negara tanpa membebani masyarakat berpenghasilan rendah. "Ini langkah strategis untuk mengelola pendapatan negara dengan tetap mempertimbangkan prinsip keadilan sosial," ujar Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.